Kamis, 28 April 2011

Solidaritas Islam dan Bangsa Indonesia

Dalam Islam, solidaritas terdiri dari: (1) Solidaritas Sosial seperti disinggung diatas, (2) Solidaritas Keadilan, yaitu seorang hakim menegakkan keadilan terhadap rakyat dan negerinya, karena Allah SWT memerintahkannya. (QS. An-Nahl:90), (3) Solidaritas Ilmu, yaitu keharusan seorang Alim atau kiyai mengajar orang yang tidak tahu dan kewajiban orang yang tidak tahu belajar kepada Alim. (QS. At-Taubah:122) dan (4) Solidaritas dalam Perlawanan, yaitu kewajiban kaum Muslimin membela agama dan negaranya.(QS. At-Taubah:41).

Sampai sekarang bangsa Indonesia sudah merdeka 61 tahun. Dalam hal solidaritas, bangsa Indonesia telah terpayungi oleh sila ketiga: Persatuan Indonesia dan sila kelima: Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Solidaritas sosial merupakan hal yang penting, tidak aneh apabila Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional diabadikan dari peristiwa sejarah tanggal 20 desember 1948, yaitu ketika terjalin kemanunggalan TNI dan rakyat persis sehari setelah agresi militer Belanda. Dua kekuatan milik bangsa Indonesia yaitu TNI dan rakyat bahu-membahu dalam perjuangan bersenjata untuk mengenyahkan penjajahan Belanda. Kesetiakawanan yang tulus, dilandasi rasa tanggung jawab yang tinggi kepada tanah air (pro patria) menumbuhkan solidaritas bangsa yang sangat kuat untuk membebaskan tanah air dari cengkraman agresor.

Nilai solidaritas adalah sangat mahal sekali dan tidak bisa diukur dengan uang juga tidak akan terukur, karena solidaritas (dalam hal ini bangsa Indonesia) telah diterjemahkan oleh pahlawan-pahlawan kita berupa harta, pikiran, pengorbanan dan juga nyawa. Semoga Allah SWT membalas dengan surgaNya di akhirat nanti !. Karena tanpa ruh pahlawan mustahil negara Indonesia akan terwujud. Sayang seribu kali sayang generasi setelahnya tidak setangguh pejuang kemerdekaan. Dengan kata lain berarti “kita” telah mengkhianati solidaritas adiluhungnya para pahlawan-pahlawan terdahulu. Rupanya sebagian pemimpin negeri ini tidak menghayati dan mengamalkan nilai solidaritas “yang maha suci itu”. Sampai sekarang kehidupan sebagian pemimpin-pemimpinnya penuh dengan kemewahan di tengah kemiskinan rakyat dan kemerosotan akhlak bangsanya yang akhirnya melemahkan solidaritas sosial antara pemimpin dan rakyatnya, rakyat dengan rakyatnya, dan akhirnya negara itu hancur.

Perilaku pemimpin suatu bangsa, besar sekali pengaruhnya kepada kehidupan masyarakat banyak. Bangsa Indoneia memiliki karakteristik masyarakat yang paternalistik yang rakyatnya beroreintasi ke atas.

Apa yang dilakukan pemimpin akan ditiru oleh rakyatnya, baik perilaku pemimpin yang baik maupun yang buruk. Maka mulailah dari keteladanan para pemimpin untuk hidup yang wajar yang tidak menimbulkan kecemburuan sosial. Dengan kita membangun solidaritas sosial yang tangguh, maka bangsa kita akan menjadi bangsa yang kuat, maju, demokrtis dan modern. (Dr. H. Nanat Fatah Natsir, harian Pikiran Rakyat, 7-10-2005).

Makasid syariah atau tujuan syariah tidak akan tercapai kecuali kita menapaki tatanan praksis (baca: mengimplementasikan keshalehan sosial disamping keshalehan hati). Tatanan praksis ini telah disinggung oleh pemikir Barat yang bernama Frank Whaling ketika berusaha mendefinisikan agama, menyatakan bahwa sebuah komunitas iman, bisa disebut sebagai agama manakala memiliki delapan unsur pokok di dalamnya. Salah satu unsur pokok itu adalah keterlibatan dalam kehidupan sosial dan politik (Involment in social and poitical context). (Abdus Salam, 7-6-2004).

Semoga kita bisa mengimplementasikan keshalehan sosial ini dalam kehidupan kita sehari hari, dan menjaganya sehingga menjadikan cermin yang baik terhadap kehidupan sosial disekitar kita. wawlahualam bisshawab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar