Jumat, 29 April 2011

Cita Praktek Sosial Islam

Persoalannya adalah tidak mudah mewujudkan cita-cita sosial Islam ini. Terlebih lagi dalam kondisi masyarakat yang dimanjakan oleh arus materialisme sekarang ini. Proses ini memang harus dimulai dari transformasi nilai-nilai Islam, baru kemudian dilakukan lompatan-lompatan dalam dataran praksis. Kuntowijoyo punya pandangan menarik dalam merumuskan proses transformasi ini. “Pada dasarnya seluruh kandungan nilai Islam bersifat normatif”, demikian Kuntowijoyo. Ada dua cara bagaimana nilai-nilai normatif ini menjadi operasional dalam kehidupan sehari-hari. Pertama, nilai normatif ini diaktualkan langsung menjadi perilaku. Untuk jenis aktualisasi semacam ini, contohnya adalah seruan praktis Al-Qur’an, misalnya untuk menghormati orang tua. Seruan ini langsung dapat diterjemahkan ke dalam praktek, ke dalam prilaku. Pendekatan seperti ini telah dikembangkan melalui ilmu fiqh. Ilmu ini cenderung menunjukkan secara langsung, bagaimana secara legal prilaku harus sesuai dengan sistem normatif.
Cara yang kedua adalah mentransformasikan nilai-nilai normatif ini menjadi teori ilmu sebelum diaktualisasikan ke dalam prilaku. Agaknya cara yang kedua ini lebih relevan pada saat sekarang ini, jika kita ingin melakukan restorasi terhadap masyarakat Islam dalam konteks masyarakat industri, suatu restorasi yang membutuhkan pendekatan yang lebih menyeluruh dari pada sekedar pendekatan legal. Metode transformasi nilai melalui teori ilmu untuk kemudian diaktualisasikan dalam dimensi praksis, memang membutuhkan beberapa fase formulasi: teologi-filsafat sosial-teori sosial-perubahan sosial. Sampai sekarang ini, kita belum melakukan usaha semacam itu. Bagaimana mungkin kita dapat mengatur perubahan masyarakat jika kita tak punya teori sosial?
Sementara Syafi’i Ma’arif berpendapat bahwa transformasi ini harus dilakukan dengan membongkar teologi klasik yang sudah tidak relevan lagi dengan masalah-masalah pemberdayaan masyarakat karena terlalu intelektual spekulatif. Pemberdayaan masyarakat hanya mungkin dilakukan oleh mereka yang berdaya secara politik, ekonomi, sosial, iptek, dan budaya. Orang yang tidak berdaya tapi ingin memberdayakan masyarakat tidak pernah akan berhasil. Tingkatnya hanya tingkat angan-angan. Umat yang terlalu banyak berangan-angan tapi tidak berdaya adalah beban Islam dan beban sejarah. Oleh sebab itu, Al-Qur’an menyuruh kita bercermin kepada yang kongkret, kepada yang empirik, sebab di sana juga terdapat ayat-ayat Allah, yakni ayat-ayat kauniyah. Karenanya, suatu sistem teologi yang terlalu sibuk mengurus yang serba ghaib dan lupa terhadap yang kongkret tidak akan pernah menang dalam kompetisi duniawi. Padahal, kejayaan di dunia dibutuhkan untuk menggapai kejayaan di akhirat.
¨¨¨
Dengan menyadari kekurangan ini, kita memang sudah didesak untuk segera memikirkan metode transformasi nilai Islam pada level yang empiris melalui diciptakannya ilmu-ilmu sosial Islam. Tapi di sisi lain, kita perlu melakukan pembongkaran terhadap prinsip-prinsip teologi klasik yang terlalu sibuk mengurus masalah ghaib. Cita-cita sosial Islam untuk melahirkan keadilan sosial bagi seluruh alam memang masih jauh dari cita-cita. Tapi, juga tidak bijak kalau kita hanya menyimpannya dalam teks-teks suci.
Perjuangan ke arah itu memang tidak ringan. Tapi itulah tugas kita kalau kita mau menyumbangkan sesuatu yang anggun untuk kemanusiaan. Perjuangan umat Islam yang masih bergulat untuk bangun dari kemiskinan dan keterbelakangan, tentu akan sia-sia jika tak didukung oleh kerja-kerja intelektual yang menopang terbentuknya suatu tatanan sosial masyarakat seperti yang kita cita-citakan. Ini tugas kita semua. ***
(Yogyakarta, November 2002. Artikel ini merupakan salah satu dari sekian banyak artikel lama yang saya temukan kembali dan pernah dimuat di sebuah jurnal ilmiah HMI MPO Komisariat Teknologi Pertanian UGM)

Rujukan
Kuntowijoyo, 1991, Paradigma Islam: Interpretasi untuk aksi, Penerbit Mizan, Bandung
Ma’arif Syafi’I, 1997, Islam Kekuatan Doktrin dan Kegamangan Umat, Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Mutahhari Murtadha, 1984, Perspektif Al-Qur’an tentang Manusia dan Agama, Penerbit Mizan, Bandung

Kamis, 28 April 2011

Solidaritas Islam dan Bangsa Indonesia

Dalam Islam, solidaritas terdiri dari: (1) Solidaritas Sosial seperti disinggung diatas, (2) Solidaritas Keadilan, yaitu seorang hakim menegakkan keadilan terhadap rakyat dan negerinya, karena Allah SWT memerintahkannya. (QS. An-Nahl:90), (3) Solidaritas Ilmu, yaitu keharusan seorang Alim atau kiyai mengajar orang yang tidak tahu dan kewajiban orang yang tidak tahu belajar kepada Alim. (QS. At-Taubah:122) dan (4) Solidaritas dalam Perlawanan, yaitu kewajiban kaum Muslimin membela agama dan negaranya.(QS. At-Taubah:41).

Sampai sekarang bangsa Indonesia sudah merdeka 61 tahun. Dalam hal solidaritas, bangsa Indonesia telah terpayungi oleh sila ketiga: Persatuan Indonesia dan sila kelima: Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Solidaritas sosial merupakan hal yang penting, tidak aneh apabila Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional diabadikan dari peristiwa sejarah tanggal 20 desember 1948, yaitu ketika terjalin kemanunggalan TNI dan rakyat persis sehari setelah agresi militer Belanda. Dua kekuatan milik bangsa Indonesia yaitu TNI dan rakyat bahu-membahu dalam perjuangan bersenjata untuk mengenyahkan penjajahan Belanda. Kesetiakawanan yang tulus, dilandasi rasa tanggung jawab yang tinggi kepada tanah air (pro patria) menumbuhkan solidaritas bangsa yang sangat kuat untuk membebaskan tanah air dari cengkraman agresor.

Nilai solidaritas adalah sangat mahal sekali dan tidak bisa diukur dengan uang juga tidak akan terukur, karena solidaritas (dalam hal ini bangsa Indonesia) telah diterjemahkan oleh pahlawan-pahlawan kita berupa harta, pikiran, pengorbanan dan juga nyawa. Semoga Allah SWT membalas dengan surgaNya di akhirat nanti !. Karena tanpa ruh pahlawan mustahil negara Indonesia akan terwujud. Sayang seribu kali sayang generasi setelahnya tidak setangguh pejuang kemerdekaan. Dengan kata lain berarti “kita” telah mengkhianati solidaritas adiluhungnya para pahlawan-pahlawan terdahulu. Rupanya sebagian pemimpin negeri ini tidak menghayati dan mengamalkan nilai solidaritas “yang maha suci itu”. Sampai sekarang kehidupan sebagian pemimpin-pemimpinnya penuh dengan kemewahan di tengah kemiskinan rakyat dan kemerosotan akhlak bangsanya yang akhirnya melemahkan solidaritas sosial antara pemimpin dan rakyatnya, rakyat dengan rakyatnya, dan akhirnya negara itu hancur.

Perilaku pemimpin suatu bangsa, besar sekali pengaruhnya kepada kehidupan masyarakat banyak. Bangsa Indoneia memiliki karakteristik masyarakat yang paternalistik yang rakyatnya beroreintasi ke atas.

Apa yang dilakukan pemimpin akan ditiru oleh rakyatnya, baik perilaku pemimpin yang baik maupun yang buruk. Maka mulailah dari keteladanan para pemimpin untuk hidup yang wajar yang tidak menimbulkan kecemburuan sosial. Dengan kita membangun solidaritas sosial yang tangguh, maka bangsa kita akan menjadi bangsa yang kuat, maju, demokrtis dan modern. (Dr. H. Nanat Fatah Natsir, harian Pikiran Rakyat, 7-10-2005).

Makasid syariah atau tujuan syariah tidak akan tercapai kecuali kita menapaki tatanan praksis (baca: mengimplementasikan keshalehan sosial disamping keshalehan hati). Tatanan praksis ini telah disinggung oleh pemikir Barat yang bernama Frank Whaling ketika berusaha mendefinisikan agama, menyatakan bahwa sebuah komunitas iman, bisa disebut sebagai agama manakala memiliki delapan unsur pokok di dalamnya. Salah satu unsur pokok itu adalah keterlibatan dalam kehidupan sosial dan politik (Involment in social and poitical context). (Abdus Salam, 7-6-2004).

Semoga kita bisa mengimplementasikan keshalehan sosial ini dalam kehidupan kita sehari hari, dan menjaganya sehingga menjadikan cermin yang baik terhadap kehidupan sosial disekitar kita. wawlahualam bisshawab

Islam dan Ketidaksamaan Sosial

Ketidaksamaan sosial (social inequality) terjadi di hampir semua komunitas masyarakat dunia. Adanya ketidaksamaan sosial ini pada umumnya melahirkan polarisasi sosial yang dalam banyak hal melahirkan kasus-kasus kemiskinan, kesenjangan, ketidakadilan, penindasan bahkan perbudakan. Ketidaksamaan sosial ini kemudian dirumuskan dengan membaginya dalam istilah ‘kelas sosial’. Masyarakat Arab pada zaman nabi juga terbagi dalam dua kelas sosial, yakni kelas bangsawan dan kelas budak. Tapi, Al-Qur’an juga merefleksikan adanya kenyataan sosial lain mengenai pembagian kelas sosial ini, seperti konsep golongan dhu’afa, mustadh’afin, kaum fakir, dan masakin. Demikian juga dalam masyarakat Eropa abad ke 17, dimana terdapat tiga kelas sosial di sana, yaitu kelas pendeta, kelas bangsawan dan kelas borjuasi. Kemudian juga dikenal kelas proletar.
Dalam terminologi Marx, ia tidak pernah menjelaskan apa yang dimaksud dengan istilah ‘kelas’, sehingga pada umumnya terminologi kelas dalam konsep Marxis didefinisikan secara mashur oleh Lenin. Lenin mendefinisikan kelas sosial sebagai golongan sosial dalam sebuah tatanan masyarakat yang ditentukan oleh posisi tertentu dalam proses produksi. Dengan demikian, masyarakat industri menurut terminologi ini hanya mengenal dua kelas, yaitu kelas borjuis dan kelas proletar. Dengan doktrinnya yang terkenal, ‘materialisme dialektis’ dan ‘determinisme ekonomi’, Marx yakin bahwa dalam masyarakat industrial-kapitalis, golongan proletar adalah yang paling miskin.
Sementara dalam Islam, Kuntowijoyo mencatat bahwa Islam mengakui adanya deferensiasi dan bahkan polarisasi sosial. Al-Qur’an melihat fenomena ketidaksamaan sosial ini sebagai sunnatullah, sebagai hukum alam, sebagai realitas empiris yang ditakdirkan kepada dunia manusia. Banyak ayat Al-Qur’an yang memaklumkan dilebihkannya derajat sosial, ekonomi, atau kapasitas-kapasitas lainnya dari sebagian orang atas sebagian yang lainnya.
Kendatipun demikian, ini tidak dapat diartikan bahwa Al-Qur’an mentoleransi social-inequality. Mengakui jelas tidak sama dengan mentoleransi. Sebaliknya, Islam justru memiliki cita-cita sosial untuk secara terus-menerus menegakkan egalitarianisme. Realitas sosial empiris yang dipenuhi oleh fenomena diferensiasi dan polarisasi sosial, oleh Al-Qur’an dipandang sebagai ajang riel duniawi tempat setiap muslim akan memperjuangkan cita-cita keadilan sosialnya. Keterlibatannya dalam perjuangan inilah yang akan menentukan kualitasnya sebagai khalifatullah fil ‘ardh. Dengan demikian, Islam menghendaki adanya distribusi kekayaan dan kekuasaan secara adil bagi segenap lapisan sosial masyarakat. Dalam banyak perspektif, Islam juga mengedepankan peran untuk mengutamakan dan membela gologan masyarakat yang tertindas dan lemah seperti kaum dhu’afa dan mustadh’afin.

Cita Praktek Sosial Islam
Persoalannya adalah tidak mudah mewujudkan cita-cita sosial Islam ini. Terlebih lagi dalam kondisi masyarakat yang dimanjakan oleh arus materialisme sekarang ini. Proses ini memang harus dimulai dari transformasi nilai-nilai Islam, baru kemudian dilakukan lompatan-lompatan dalam dataran praksis. Kuntowijoyo punya pandangan menarik dalam merumuskan proses transformasi ini. “Pada dasarnya seluruh kandungan nilai Islam bersifat normatif”, demikian Kuntowijoyo. Ada dua cara bagaimana nilai-nilai normatif ini menjadi operasional dalam kehidupan sehari-hari. Pertama, nilai normatif ini diaktualkan langsung menjadi perilaku. Untuk jenis aktualisasi semacam ini, contohnya adalah seruan praktis Al-Qur’an, misalnya untuk menghormati orang tua. Seruan ini langsung dapat diterjemahkan ke dalam praktek, ke dalam prilaku. Pendekatan seperti ini telah dikembangkan melalui ilmu fiqh. Ilmu ini cenderung menunjukkan secara langsung, bagaimana secara legal prilaku harus sesuai dengan sistem normatif.
Cara yang kedua adalah mentransformasikan nilai-nilai normatif ini menjadi teori ilmu sebelum diaktualisasikan ke dalam prilaku. Agaknya cara yang kedua ini lebih relevan pada saat sekarang ini, jika kita ingin melakukan restorasi terhadap masyarakat Islam dalam konteks masyarakat industri, suatu restorasi yang membutuhkan pendekatan yang lebih menyeluruh dari pada sekedar pendekatan legal. Metode transformasi nilai melalui teori ilmu untuk kemudian diaktualisasikan dalam dimensi praksis, memang membutuhkan beberapa fase formulasi: teologi-filsafat sosial-teori sosial-perubahan sosial. Sampai sekarang ini, kita belum melakukan usaha semacam itu. Bagaimana mungkin kita dapat mengatur perubahan masyarakat jika kita tak punya teori sosial?
Sementara Syafi’i Ma’arif berpendapat bahwa transformasi ini harus dilakukan dengan membongkar teologi klasik yang sudah tidak relevan lagi dengan masalah-masalah pemberdayaan masyarakat karena terlalu intelektual spekulatif. Pemberdayaan masyarakat hanya mungkin dilakukan oleh mereka yang berdaya secara politik, ekonomi, sosial, iptek, dan budaya. Orang yang tidak berdaya tapi ingin memberdayakan masyarakat tidak pernah akan berhasil. Tingkatnya hanya tingkat angan-angan. Umat yang terlalu banyak berangan-angan tapi tidak berdaya adalah beban Islam dan beban sejarah. Oleh sebab itu, Al-Qur’an menyuruh kita bercermin kepada yang kongkret, kepada yang empirik, sebab di sana juga terdapat ayat-ayat Allah, yakni ayat-ayat kauniyah. Karenanya, suatu sistem teologi yang terlalu sibuk mengurus yang serba ghaib dan lupa terhadap yang kongkret tidak akan pernah menang dalam kompetisi duniawi. Padahal, kejayaan di dunia dibutuhkan untuk menggapai kejayaan di akhirat.
¨¨¨
Dengan menyadari kekurangan ini, kita memang sudah didesak untuk segera memikirkan metode transformasi nilai Islam pada level yang empiris melalui diciptakannya ilmu-ilmu sosial Islam. Tapi di sisi lain, kita perlu melakukan pembongkaran terhadap prinsip-prinsip teologi klasik yang terlalu sibuk mengurus masalah ghaib. Cita-cita sosial Islam untuk melahirkan keadilan sosial bagi seluruh alam memang masih jauh dari cita-cita. Tapi, juga tidak bijak kalau kita hanya menyimpannya dalam teks-teks suci.
Perjuangan ke arah itu memang tidak ringan. Tapi itulah tugas kita kalau kita mau menyumbangkan sesuatu yang anggun untuk kemanusiaan. Perjuangan umat Islam yang masih bergulat untuk bangun dari kemiskinan dan keterbelakangan, tentu akan sia-sia jika tak didukung oleh kerja-kerja intelektual yang menopang terbentuknya suatu tatanan sosial masyarakat seperti yang kita cita-citakan. Ini tugas kita semua. ***
(Yogyakarta, November 2002. Artikel ini merupakan salah satu dari sekian banyak artikel lama yang saya temukan kembali dan pernah dimuat di sebuah jurnal ilmiah HMI MPO Komisariat Teknologi Pertanian UGM)

Rujukan
Kuntowijoyo, 1991, Paradigma Islam: Interpretasi untuk aksi, Penerbit Mizan, Bandung
Ma’arif Syafi’I, 1997, Islam Kekuatan Doktrin dan Kegamangan Umat, Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Mutahhari Murtadha, 1984, Perspektif Al-Qur’an tentang Manusia dan Agama, Penerbit Mizan, Bandung
Suharsono, 1997, HMI: Pemikiran dan Masa Depan, CIIS Press, Yogyakarta
Suseno Franz Magnis, 2000, Pemikiran Karl Marx, Dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Tauhid Sosial

Doktrin tauhid yang menjadi ruh kekuatan Islam tidak pernah hilang dari perjalanan sejarah, walaupun aktualisasinya dalam dimensi kehidupan tidak selalu menjadi kenyataan. Dengan kata lain, kepercayaan kepada ke-Esa-an Allah belum tentu terkait dengan prilaku umat dalam kiprah kesejarahannya. Padahal, sejarah membuktikan bahwa tauhid menjadi senjata yang hebat dalam menancapkan pilar-pilar kesejarahan Islam.
Dalam konteks ini, orang kemudian mempertanyakan praktek sosial Islam yang dianggap tidak komprehensif. Praktek sosial Islam ini banyak dibahasakan dengan berbagai istilah, antara lain Tauhid Sosial. Syafi’i Ma’arif menyebutkan Tauhid Sosial sebagai dimensi praksis dari resiko keimanan kepada Allah SWT. Doktrin ini sudah sangat dini dideklarasikan Al-Qur’an, yaitu pada masa Mekkah tahun-tahun awal. Secara substasial, gagasan Tauhid Sosial Syafi’i Ma’arif menggambarkan dua hal: pertama, iman adalah kekuatan yang menjadi pilar utama perjalanan sejarah umat Islam. Memilih Islam adalah menjalani suatu pola kehidupan yang utuh dan terpadu (integrated), di bawah prinsip-prinsip tauhid. Setiap aspek kehidupan yang dijalani merupakan refleksi dari prinsip-prinsip tauhid itu. Islam menolak pola kehidupan yang fragmentatif, dikotomik, dan juga sinkretik. Praktek kehidupan seperti ini telah ditunjukkan dalam perjalanan kerasulan Muhammad yang diteruskan oleh sebagian generasi setelahnya. Islam berprinsip pada tauhid, lebih dari segalanya. Sehingga kekuatan tauhid inilah yang menjadi pengawal dan pusat dari semua orientasi nilai.
Kedua, iman harus mampu menjawab dimensi praksis persoalan keummatan. Artinya, kekuatan tauhid ini harus diaktualisasikan, bukan hanya tersimpan dalam teks-teks suci. Masyarakat yang adil harus didirikan dalam prinsip ‘amrun bi al-ma’ruf wa nahyun ‘ani al-munkar’. Dalam Al-Qur’an, doktrin ‘amrun bi al-ma’ruf wa nahyun ‘ani al-munkar’ dijumpai dalam delapan ayat, tersebar dalam lima surat, dua makkiyah dan tiga madaniyyah. Tugas ini dibebankan pada rasul, pemerintah dan umat yang beriman secara keseluruhan, yang kemudian terwujud dalam dimensi sosial, politik, ekonomi dan budaya.
Karena itulah, demikian Ma’arif, kalau kita tidak mampu mencari penyelesaian secara Islam bagi persoalan-persoalan kemasyarakatan dan kemanusiaan, maka pilihan yang menunggu di hadapan kita adalah sekulerisme. Ini artinya secara tidak langsung kita membenarkan pendapat sementara orang bahwa Islam telah kehilangan relevansinya dengan nuansa zaman. Ungkapan Islam yang serba kaffah yang sering kita dengar di kalangan anak muda, sebenarnya mengandung kebenaran, tetapi masih terlalu jauh dari substansi permasalahannya. Ini tidak begitu mengherankan karena sumber informasi yang mereka kunyah umumnya berasal dari literatur yang secara ilmiah sulit dipertanggungjawabkan. Literatur itu bisa saja secara emosional sangat memikat, tapi bila dibawa turun ke bumi tidak banyak yang dapat digunakan bagi penyelesaian masalah-masalah sosial umat. Karena itu, konsep Islam yang serba kaffah itu yang dilihat terutama adalah wilayah-wilayah pinggir, yang bila perlu mau mati syahid untuk mempertahankan wilayah marjinal itu.
Dalam perspektif yang berbeda, cendekiawan muslim, Kuntowojoyo, menyatakan bahwa nilai-nilai Islam sebenarnya bersifat all-embracing bagi penataan sistem kehidupan sosial, politik, ekonomi dan budaya. Oleh karena itu, tugas terbesar Islam sebenarnya adalah melakukan transformasi sosial dan budaya dengan nilai-nilai tersebut. Di dalam Al-Qur’an kita sering sekali membaca seruan agar manusia itu beriman, dan kemudian beramal. Dalam surah Al-Baqarah ayat kedua misalnya, disebutkan bahwa agar manusia itu menjadi muttaqin, pertama-tama yang harus ia miliki adalah iman, ‘percaya kepada yang gaib’, kemudian mendirikan shalat, dan menunaikan zakat. Di dalam ayat tersebut kita melihat adanya trilogi iman-shalat-zakat. Sementara dalam formulasi lain, kita juga mengenal trilogi iman-ilmu-amal. Dengan memperhatikan ini, kita dapat menyimpulkan bahwa iman berujung pada amal, pada aksi. Artinya, tauhid harus diaktualisasikan: pusat keimanan Islam adalah Tuhan, tetapi ujung aktualisasinya adalah manusia.
Dengan demikian, Islam menjadikan tauhid sebagai pusat dari semua orientasi nilai. Sementara pada saat yang sama melihat manusia sebagai tujuan dari transformasi nilai. Dalam konteks inilah Islam disebut sebagai rahmatan li al’alamin, rahmat untuk alam semesta, termasuk untuk kemanusiaan. Dengan melihat penjelasan ini, tauhid sosial sebenarnya merupakan perwujudan aksi sosial Islam dalam konteks menjadikannya sebagai rahmatan li al’alamin. Proses menuju ke arah itu harus dimulai dari penguatan dimensi tauhid, kemudian dimensi epistemik, lalu masuk dalam dimensi amal berupa praktek sosial kepada sesama manusia.

Jumat, 08 April 2011

ULUMUL HADIST

BAB I

ILMU HADIS

A. Pengertian Ilmu hadis
Ilmu hadis mempunyai beberapa arti :
Pertama : setiap riwayat yang disandarkan kepada Rasulullah Saw. ilmu hadis ini disebut dengan istilah ilmu hadis riwayah
Kedua : Ilmu hadis yang mempunyai arti tariqah atau jalan yang bertujuan untuk mengetahui sambungnya sanad (muttasil) hadis tentang keadaan, dhabid, dan adilnya perawih hadis. Pengertian ini juga untuk mengetahui muttasil dan munqatiqnya sanad.
Ilmu hadis dengan pengetian tersebut dinamakan ilmu hadis dirayah.

B. Ilmu Hadis Riwayah
Ilmu yang meliputi riwayat yang disandarkan kepada Rasulullah Saw, baik berupa perkataan, perbuatan atau ketetapan Nabi (suatu perbuatan sahabat dihadapan nabi atau sesuatu yang didiamkan Nabi) atau berupa sifat-sifat Nabi (sifat kepribadian Nabi sebelum diutus atau setelah diutus, atau riwayat yang disandarkan kepada sahabat atau tabi’in.

C. Obyek Ilmu Hadis
Obyek ilmu hadis adalah pribadi Rasulullah Saw, baik berupa perkataan, perbuatan atau ketetapan Nabi

D. Manfaat Ilmu Hadis
Manfaat ilmu hadis adalah berupaya untuk menjaga sunnah nabawiyyah memperdalam dan menyebarkannya kepada masyarakat Islam dan juga untuk menjaga eksistensi hadis.





E. Penghimpun Hadis
Tokoh paling berjasa penghimpun hadis adalah Muhammad Ibn Syihab al-Zuhri pada masa pemerintahan Umar Ibn Abdul Aziz. Dia adalah orang yang pertama kali membukukan dan mengumpulkan hadis atas perintah khalifah Umar Ibn Abdul Aziz. Dia pernah menulis surat ke berbagai penjuru negara yang isinya,
“Hendaklah kalian memperhatikan hadis atau sunnah Rasulullah, karena itu tulislah hadis tersebut, karena saya takut ilmu itu hilang dan meninggalnya para ulama’.



F. Ilmu Hadis Dirayah
Ilmu hadis ini disebut ilmu usul al-hadis atau ilmu usul riwayah al-hadis, atau ilmu mustalah al-hadis atau mustalah ahl al-asar. Nama mustalahul hadis atau asar ini lebih populerdan lebih jelas. Begitu juga nama tersebut yang dimaksud dalam ilmu hadis untuk menghilangkan keraguan.
Imam Al-Hafid Ibn Hajar sendiri telah memberi nama kitab risalahnya yang cuku[ terkenal dengan nama “ Nuhbah al-fikr fi mustalah ahl al-asar”. Adapun makna mustalah adalah hadis yang disepakati ahli hadis yang sesuai dengan kaidah dan dasar-dasar ilmu hadis.

G. Definisi yang Masyhur
Pengertian yang masyhur terhadap ilmu mustalah hadis adalah ilmu yang memiliki kaidah-kaidah untuk mengetahui keadaan sanad dan matan hadis.

1. Penjelasan
Qanun : Maksudnya adalah kumpulan kaidah atau pengertian-pengertian
Sanad : Yaitu jalan yang menghubungkan ke redaksi hadis (matan) atau para rawi yang menghubungkan ke redaksi hadis (matan) dari guru ke

guru sampai ke redaksi hadis (matan). Transmisi tersebut dinamakan sanad karena para huffad hadis dalam menilai kualitas hadis terletak pada kualitas para rawi.
Matan : Yaitu berakhirnya rangkaian sanad atau isi hadis (redaksi hadis)
Isnad : Yaitu pemberitaan dari jalan matan hadis dan periwayatannya, kadang-kadang sanad disebut isnad atau sebaliknya, Keduanya termasuk kata sinonim.
Seperti contoh hadis Bukhari.

حدثنا مسدد عن يحي عن عبيد الله بن عمر قال : حدثني خبيب بن عبدالرحمن عن حفص بن عاصم عن أبي هريرة رضي الله عنه عن النبي صلي الله عليه وسلم قا ل : ما بين بيتي ومنبري روضة من ريا ض الجنة ومنبري على الحوض.
Telah menceritakan kepadaku Musaddad dari Yahya dari Ubaidillah Ibn Umar berkata : telah menceritakan kepadaku Khabib Ibn Abdurrahman dari Hafs Ibn Asim dari Abu Hurairah Ra dari Rasulullah Saw. bersabda : antara rumahku dan mimbarku terdapat taman surga. Dan mimbarku terdapat surga.

Hadis ini diriwayatkan Imam Bukhari dalam kitab Fada’il al-Madinah. Nama Musaddad dan orang setelahnya sampai Abu Hurairah disebut sanad. Sedangkan sabda Nabi (ما بين) dan seterusnya disebut matan.
Keadaan sanad dan matan : kadangkala keadaan matan ada yang marfu’ mauquf, syaz, sahih, sedangkan pada sanad ada kalanya muttasil (sambung), munqati’ (putus) ali (tinggi), nuzul (rendah) sebagaimana penjelasan berikutnya. Jika anda sudah mengenal pengertian-pengertian tersebut, maka perlu kita ketahui obyek ilmu hadis. Obyek ilmu hadis adalah rawi dan materi yang diriwayatkan, baik diterima maupun ditolak. Sedangkan manfaatnya adalah apakah hadis itu diterima atau ditolak. Peletak ilmu hadis adalah al-Qadi Abu al-Hasan Ibn Khallad al-Ramahurmuzi, karena dia termasuk orang pertama kali menyusun ilmu hadis.

2. Keistimewaan Ahli Hadis
Sangat banyak sekali dasar-dasar hadis yang menjelaskan keutamaan ahli ilmu hadis seperti hadis.
1. Dari Ibn Mas’ud Ra dia berkata: Nabi Bersabda: sebaik-baik manusia menurutku pada hari kiamat adalah mereka yang banyak membaca salawat padaku. (HR. Tirmizi, dia menilai hasan)
Hadis ini sebagai penghormatan kepada para rawi hadis, karena tidak mungkin sekumpulan ulama’ akan membaca salawat pada Nabi tanpa adanya riwayat dari sahabat. Mereka sering menyebut nama Nabi dan mengucap salam diberbagai kesempatan majelis, muzakarah, maupun tempat menimba ilmu.
2. Dari Ibn Mas’ud Ra berkata: saya mendengar Rasulullah Saw, bersabda: Allah akan memberikan penerangan kepada seseorang yang pernah mendengar sesuatu dariku, kemudian dia menyampaikan kepada orang lain seperti yang dia dengarkan. Banyak orang yang menerima penjelasan itu lebih memadahi daripada orang yang mendengar. (HR. Tirmizi dia mengatakan hadis hasan sahih)
Hadis tersebut merupakan do’a khusus kepada ahli hadis yang tidak diperuntukkan kepada orang lain.
3. Dari Ibn Abbas berkata: Rasulullah Saw. Ya Allah rahmatillah para khalifahku. Kami bertanya: Siapakah ya Rasul khalifahmu ?. Nabi menjawab yaitu orang yang meriwayatkan hadisku dan mengajarkan kepada manusia. (HR. Tabrani dalam kitab al-Ausad).
4. Rasulullah Saw. bersabda: Ilmu ini akan dibawa oleh setiap generasi mendatang yang adil-adil, yang akan menafikan orang-orang melampau batas yang senang merubah, dan orang yang senang kebatilan dan tafsiran orang bodoh. (HR. Baihaqi dalam kitab al-Madhal. Imam al-Qastalani menyebutkan sanadnya menjadi hasan).
Dalam hadis ini menjelaskan tentang keadilan para ahli hadis





BAB II
PENGERTIAN HADIS, KHABAR, ASAR DAN SUNNAH
A. Pengertian Hadis

Menurut M. M Azami kata hadis secara literal memiliki beberapa makna, antara lain, communication, story, conversation : religious or secular, historical or recent. Dalam al-Qur’an kata hadis digunakan sebanyak 23 kali dengan aneka ragam kata. Sedangkan menurut Manna’ Qattan arti hadis secara etimologis berarti al-jadid (baru).
الحديث فى اللغة : الجديد. وا لحد يث كذلك : ما يتحدث به وينقل . والجمع : أحاديث.
(Hadis menurut bahasa berarti baru. Makna hadis juga berarti sesuatu yang dipakai berbicara dan yang diriwayatkan. Kata hadis jama’nya adalah ahadis.)
Hadis menurut para ahli hadis (muhaddisin) secara terminologis makna hadis adalah.
ما أثر عن النبى من قول أو فعل أو تقريرأو صفة خلقية أو خلقية أو سيرة . سوأ أكان قبل البعثة أو بعدها.
(Segala yang berasal dari Nabi saw, baik berupa perkataan, perbuatan, ketetapan, atau sifat penciptaan manusia atau etika atau sirah, baik sebelum diutus maupun setelah diutus)

Beberapa Contoh Penggunaan Kata Hadis Dalam al-Qur’an

1) Komunikasi Religius, pesan al-Qur’an
الله نزل أحسن الحد يث كتابا.
Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik, yaitu Al-Qur’an yang serupa (mutu ayat-ayatnya). (Al-zumar : 23)

2) Cerita Tentang Keduniaan atau Masalah Umum

وإذا رأيت الذين يخوضون فى أياتنا فأعرض عنهم حتى يخوضوا فى حديث غيره.
Dan apabila kamu melihat orang-orang memperolok-olok ayat-ayat kami, maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan pembicaraan yang lainnya. (Al-an’am : 68)

3) Cerita Sejarah
وهل أتاك حد يث موسى.
Apakah telah sampai kepadamu cerita Musa ( Taha : 9)

4) Cerita Masa kini atau Percakapan
وإذ أسر النبى إلى بعض أزواجه حد يثا.
Dan ingatlah ketika Nabi Saw membicarakan secara rahasia kepada salah seorang isterinya. (al-tahrim : 3 )


5) Beberapa Contoh Kata Hadis Yang Diucapkan Nabi

Menurut M.M. Azami kata hadis tidak hanya dipakai sebagai kata percakapan biasa, akan tetapi diucapkan oleh Nabi Saw, sehingga kata hadis tidak hanya disebut dalam al-Qur’an saja, Nabi sering menggunakan kata hadis dalam berbagai kesempatan, antara lain.
1) Komunikasi Religius
أحسن الحد يث كتاب الله.
Sebaik-baik perkataan adalah kitab Allah.

2) Keduniaan atau Percakapan umum
من استمع إلى حد يث قوم وهم له كارهون أو يفرون منه صب فى أذنه الأنك.
Barangsiapa yang mendengar hadis (perkataan) suatu kaum, sedangkan mereka membencinya atau lari darinya, maka telinganya akan disiram tima api neraka.

3) Cerita Sejarah
حدثوا عن بنى إسرائيل.
Ceritakanlah dari Bani Israil.

4) Cerita Yang Masih Hangat atau Percakapan
إذا حدث الرجل الحديث ثم التفت فهى أمانة.
Apabila seseorang menceritakan sebuah hadis (percakapan) kemudian dia berpaling maka itu adalah amanah.

B. Pengertian Khabar dan Asar

Menurut ulama hadis, ada beberapa istilah lain yang semakna dengan hadis dan sering digunakan daam khazanah ulumul hadis, sehingga ada pendapat yang mengatakan bahwa hadis semakna dengan khabar dan asar. Atau dengan ungkapan lain khabar itu muradif dengan hadis, sedangkan asar segala yang disandarkan kepada Rasulullah, sahabat, tabiin. Hanya saja para fuqaha Khurasan menyebut hadis mauquf adalah asar, marfu’ adalah khabar.
Untuk lebih jelasnya Manna’ Qattan menjelaskan bahwa khabar secara etimologi berarti cerita, sedangkan secara terminology ada tiga pendapat. Pertama. khabar sinonim hadis maknanya sama dengan hadis. Kedua. Khabar berbeda dengan hadis, hadis adalah datang dari Nabi, sedangkan khabar berasal dari sahabat dan Tabiin. Ketiga. Khabar itu lebih luas daripada hadis.
Asar secara etimologi berarti sesuatu yang tersisa, sedangkan secara terminology mempunyai dua pendapat. Pertama. Asar sinonim dengan hadis. Kedua. berbeda dengan arti hadis, asar adalah segala yang disandarkan kepada Nabi Saw, sahabat dan Tabiin.

C. Antara Hadis Dan Sunnah

Dalam ilmu hadis, kata hadis merupakan istilah yang popular, akan tetapi selain istilah hadis terdapat juga istilah yang memiliki makna yang hampir sama yaitu sunnah. Menurut M.M. Azami kata sunnah secara harfiyah berarti a way, course, rule, mode, or manner, of acting or conduct of life. Kata sunnah dan bentuk jamaknya sunan digunakan oleh AL-Qur’an sebanyak 16 kali. Selanjutnya M.M. Azami menjelaskan bahwa makna sunnah biasanya dipakai untuk in sense of established course of rule, mode of life, and line of conduct.
1) Contoh Kata Sunnah Dalam al-Qur’an
سنة الله التى قد خلت من قبل, ولن تجد لسنة الله تبديلا.
Demikian itulah sunnah Allah yang telah berlalu sebelumnya, dan engkau tak akan menemukan perubahan dalam sunnah Allah. (Al-fath : 23)

2) Contoh Kata Sunnah Dalam Hadis
من سن سنة حسنة فله أجرها وأجرمن عمل بها إلى يوم القيامة ومن سن سنة سيئة فعليه وزرها ووزر من عمل بها غلى يوم القيامة.
Barangsiapa menempuh suatu jalan yang baik, maka dia akan mendapat pahala yang ditambah pahala orang yang mengerjakannya sampai hari kiamat. Barangsiapa yang menempuh jalan yang buruk, amak dia akan mendapat dosa ditambah dosa orang yang mengerjakannya sampai hari kiamat.

Manna’ Qattan menjelaskan bahwa secara etimologis sunnah berarti al-tariqah wa al-sirah (jalan atau perjalanan hidup). Sedangkan makna sunnah secara terminologis dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu.
1. Sunnah Menurut Fuqaha’, yaitu semua yang berasal dari Nabi Saw selain makna wajib, yaitu salah satu lima hukum taklifi, wajib, sunnah,haram, makruh dan mubah.
2. Sunnah Menurut Ulama Usul, yaitu segala yang bersumber dari Nabi Saw, selain al-Qur’an, baik perkataan, perbuatan maupun ketetapan.
3. Sunnah Menurut Muhaddisin, yaitu segala yang berasal dari Nabi Saw, yang berupa perkataan, perbuatan ketetapan, sifat atau sirah Nabi.
Dari berbagai makna diatas sebenarnya memilki makna sama antara hadis dan sunnah (sinonim). Perbedaan makna sebenarnya terletak pada pengertian sunnah dari sudut pandang disiplin ilmu yang berbeda-beda dikalangan ulama tentang tujuan dasar pemaknaan sunnah itu sendiri. Misalnya ulama hadis memandang bahwa Nabi adalah sebagai teladan bagi umat Islam, sehingga semua yang bersumber dari Nabi termasuk sirahnya atau sifatnya adalah pedoman hidup, baik berkaitan hukum syar’i atau tidak. Sedangkan ulama Usul memandang bahwa Nabi adalah peletak hukum, yang meletakkan kaidah bagi para mujtahid dan menjelaskan pedoman hidup bagi manusia, sehingga mereka mefokuskan pada perkataan Nabi, perbuatan dan ketetapannya yang berkaitan dengan hukum. Lain halnya ulama fifih yang melihat sunnah yang tidak keluar dari kontek hukum syar’i, mereka ini hanya memandang hukum syar’i, kaitannya dengan perbuatan manusia yang berupa wajib, haram, makruh dan mubah.

D. Hadis Nabawi, Hadis Qudsi Dan al-Qur’an
Dalam khazanah Islam tiga istilah diatas merupakan istilah yang sudah populer, tetapi perlu penjelasan makna yang komprehensif, supaya tidak terjadi kesalahpahaman dalam memahaminya. Istilah hadis sudah dijelaskan diatas secara detail, hanya saja penambahan kata nabawi atau hadis nabawi adalah penisbatan biasa yang berarti semua yang berasal dari Nabi, baik perkataan, perbuatan maupun ketetapannya merupakan elemen hadis. Jadi hadis Nabi adalah rekaman kehidupan secara totalitas yang meliputi pemaknaan hidupnya, dimana hasil rekaman tersebut berasal dari Nabi, baik redaksi maupun substansi hadisnya.
Sedangkan hadis qudsi berbeda dengan pengertian hadis diatas. Manna’ Qattan memberikan pengertian sebagai berikut.
والقدسى لغة نسبة إلى القدس بمعنى الطهر وهى نسبة تد ل على التعظيم, أى المنسوب إلى ذات الله المقدسة.
Al-qudsi menurut bahasa adalah nisbat kepada al-quds berarti suci yaitu nisbat yang menunjukkan keagunagan yaitu Zat Allah yang suci.
الحديث القدسى اصطلاحا : هو ما يضيفه النبى إلى الله تعالى.
Hadis qudsi secara terminologi yaitu hadis yang disandarkan Nabi kepada Allah Swt.

Sedangkan redaksi hadis qudsi ada dua macam yaitu.

1. Dengan redaksi:
قال رسول الله فيما يرويه عن ربه عز وجل.
Seperti contoh hadis.
عن أبى ذر رضى الله عنه عن النبى فيما روى عن الله تبارك وتعالى أنه قال: يا عبادى : إنى حرمت الظلم على نفسى وجعلته بينكم محرما فلا تظالموا..........

3. Dengan Redaksi
قال رسول الله : قال الله تعالى أو يقول الله تعالى.
Seperti contoh hadis
عن أبى هريرة رضى الله عنه أن رسول الله قال : يقول الله تعالى : أنا عنذ ظن عبدى وانا معه إذا ذكرنى.فإن ذكرنى فى نفسه ذكرته فى نفسى............


E. Perbedaan Antara Hadis Nabawi, Hadis Qudsi dan al-Qur’an

Ada beberapa perbedaan yang mendasar antara hadis nabawi, hadis qudsi dan al-Qur’an. Hadis Nabawi redaksionalnya dinisbatkan kepada Nabi, dan Nabi yang menceritakannya. Sedangkan hadis Qudsi redaksinya dinisbatkan kepada Allah, Nabi sebatas menceritakan dan meriwayatkan dari Allah, sehingga dalam hadis qudsi biasanya ditambah dengan kata hadis qudsi sebagai nisbat kepada Allah. Sedangkan hadis Nabawi ada istilah hadis nabawi yang dinisbatkan kepada Nabi.
Perbedaannya dengan Al-qur’an adalah bahwa al-Qur’an redaksi dan maknanya dari Allah, sedangkan hadis qudsi maknanya dari Allah, redaksinya dari Nabi. al-Qur’an bila dibaca mendapat pahala, sedangkan hadis qudsi dibaca tidak mendapat pahala. Periwayatan al-Qur’an disyaratkan secara mutawatir, sedangkan hadis qudsi tidak disyaratkan mutawatir.

F. Ke-hujjahan Hadis/Sunnah
Para ulama sepakat bahwa al-Qur’an merupakan sumber hukum pertama, sedangkan hadis menempati peringkat kedua. Kedudukan hadis atau sunnah dalam hukum Islam merupakan bagian terpenting dalam Islam, karena isi kandungannya menjadi pedoman hidup umat Islam. Perintah untuk mentaati kepada Nabi itu merupakan perintah al-Qur’an, karena mentaati Nabi berarti mentaati Allah. Meskipun kehujjahan sunnah sebagai dasar hukum Islam kedua sudah menjadi kesepakatan ulama, tetapi dalam kalangan Islam sendiri juga ada segolongan kecil yang mengingkari eksistensi sunnah. Alasan inkarussunnah adalah antara lain bahwa sunnah Nabi itu berlaku jika Nabi masih hidup, jika Nabi meninggal maka dengan sendirinya sunnah Nabi telah selesai. Kontroversi keberadaan sunnah dapat dibaca dalam karya Abu Rayyah Adwa’ Ala al-sunnah al-Muhammadiyyah. Dalam buku ini dijelaskan secara detail keraguan terhadap sunnah.
Jadi, Nabi adalah orang yang diberi otoritas Allah untuk mengatur manusia melalui perkataan dan perbuatan. Pemberian otoritas tersebut merupakan otoritas tunggal dalam menjelaskan firman-firman Allah untuk dijelaskan kepada umat manusia. Oleh karena itu posisi Nabi yang dijelmakan dalam bentuk hadis atau yang disebut dengan fungsi hadis adalah.
a) Expounder of the Qur’an
وأنزلنا إليك الذكر لتبين للناس ما نزل إليهم ولعلهم يتفكرون.
Kami telah menurunkan al-Qur’an kepadamu, agar kamu menerangkan kepada

G. Beberapa Pengertian Mendasar
Hadis secara etimologis berarti kebalikan dari perkara yang lama. Sedangkan menurut terminologi yaitu semua yang disandarkan kepada Nabi Saw, baik berupa perkataan, perbuatan maupun ketetapan.
Sunnah secara etimologis berarti jalan. Sedangkan secara terminologis, semua yang disandarkan kepada Nabi Saw. baik berupa perkataan, perbuatan atau ketetapan. Definisi ini sama dengan hadis seperti penjelasan diatas. Ada yang mengatakan hadis lebih khusus pada perkataan dan perbuatan Nabi, sedangkan sunnah itu lebih umum.
Khabar secara etimologi berarti tidak menciptakan berita.
1. Ada pendapat yang mengatakan bahwa khabar sama dengan hadis
2. Ada yang mengatakan sesuatu yang tidak berasal dari Nabi Saw. Sedangkan hadis berasal dari Nabi. Dari sini kemudian muncul pendapat bahwa orang yang sibuk mempelajari hadis disebut ahli hadis (muhaddis), sedangkan mempelajari sejarah dan lainnya disebut ikhbari (pembawa berita)
3. Ada yang mengatakan hadis itu lebih khas daripada khabar, setiap hadis adalah khabar dan bukan sebaliknya.
Asar secara etimologis rumah yang utuh. Menurut terminologis ada beberapa pendapat.
1. Al-asar sama dengan hadis, sebagaimana pendapat imam Nawawi bahwa para ahli hadis menyebut hadis marfu’ dan mauquf sebagai Al-asar,
2. Ada yang mengatakan al-asar adalah segala yang dating dari sahabat, bahwa Al-asar diperuntukkan hadis mauquf. Maksudnya perkataan sahabat itu juga berasar dari perkataan Nabi Saw. Hal ini karena pada dasarnya asal berita adalah dari Nabi sehingga perkataan sahabat itu cocok disebut al-asar sedangkan perkataan Nabi disebut khabar.
Oleh karena itu, muncul pendapat yang menyatakan bahwa sunnah, hadis, khabar, asar adalah kata sinonim yang mempunyai satu arti yaitu semua yang disandarkan kepada Nabi Saw baik perkataan, perbuatan, ketetapan, sifatnya atau kepada sahabat atau kepada tabi’in. Jadi semua istilah-istilah periwayatan dari Nabi Saw, sahabat, dan tabi’in sudah ditentukan dan dibatasi dalam istilah-istilah tersebut.

H. Hadis Qudsi
Hadis Qudsi adalah nisbat kepada yang suci yaitu suci dan bersih. Dinamakan hadis al-Ilahi, karena dinisbatkan kepada Tuhanm disebut hadis al-Rabbani karena dinisbatkan kepada Al-rabb.
Hadis Qudsi secara terminologis berarti Semua yang disandarkan Rasulullah Saw, kepada Tuhan selain al-Qur’an seperti contoh :
ياعبادى إني حرمت الظلم علي نفسي وجعلته محرما عليكم فلا تظالموا........ الحديث.
Allah SWT berfirman "Hai para hambaku bahwasannya Aku telah mengharamkan Dhalim terhadap diriku, dan Aku jadikannya haram bagi kalian. Maka janganlah kalian berbuat dhalim …..

Atau perkatan shahabat contohnya :
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم فيما يرويه عن ربه عز وجل ... هكذا.
Rasulullah bersabda yang beliau meriwayatkan dari Tuhannya …. Begini.

Dinamakan hadis: karena hadis ini perkataan Rasulullah dan hidayahnya dari Allah.
Dinamakan qudisi: karena Rasulullah telah menyandarkan kepada Allah. Bahwasannya dialah yang memfirmankannya. Yaitu Dzat yang dibersihkan di segala sesuatu yang tidak patut.
Dan bahwasanya mengetahui hakikat hadits qudsi, maka nampaklah jelas perbedaan antara hadis qudsi dengan al-Qur`an dan hadis Nabawi.

I. Perbedaan Antara Hadis Qudsi dengan al-Qur’an
Al-Qur`an telah mempunyai beberapa keistimewaan dan kekhususan yang tidak dimiliki hadis. Keistimewaan tersebut bisa menggambarkan adanya perbedaan antara al-Qur`an dan hadis, yaitu :
1. Al-Qur`an: adalah mu'jizat yang tetap sepanjang masa yang terpelihara dari perubahan dan diganti mutawatir lafadnya dan semua hurufnya.
2. Haram meriwayatkannya dengan huruf.
3. Haram menyentuh bagi orang yang hadats dan haram membaca bagi orang yang junub dan lain-lain.
4. Telah nyata untuk dibaca dalam sholat.
5. Dinamakan "al-Qur`an"
6. Dibilang ibadah membacanya setiap huruf terdapat sepuluh kebaikan.
7. Dinamakan ayat satu jumlah darinya.
8. Dinamakan surat, ketentuan-ketentuan yang sudah dipastikan dari ayat.


J. Kodifikasi Hadis (Tadwin al-Hadis)
Tadein berarti transkripsi, penyalinan atau perekaman dari satu album ke rekaman lain, atau satu rekaman ke rekaman tulis. Tadwin hadis adalah penghimpunan dan penyusunan hadis-hadis Nabi dalam satu album atau buku. Pengertian ini memasukkan semua usaha penghimpunan hadis, baik yang bersifat individual dan untuk kepentigan umat.
Pada masa Nabi memang dilarang untuk menulis hadis dengan alasan supaya tidak campur dengan al-Qur’an, besarnya kekuatan hafalan para sahabat, kebanyakan para sahabat masih belum terampil menulis. Dasar larangan menulis hadis adalah,
……………………….

Peran Umar Ibn abd Aziz dalam kodifikasi hadis sangat besar, karena dia orang pertama yang menggagas kodifikasi hadis. Umar Ibn abd Aziz pernah menulis surat kepada Ibn Syihab Al-zuhri,
……………………………………
Adapun periodesasi kodifikasi hadis dapat diuraikan sebagai berikut,
1. Masa Nabi, pada masa ini sudah ada penulisan hadis, namun sangat terbatas
2. Masa Khulafa’urrasyidin, penulisan dan pengumpulan di masa ini belum mengalami kemajuan dan untuk kepentingan individu
3. Masa sigar sahabat (sahabat yunior) dan kibar Tabiin (Tabiin senior), sedikitnya penulisan hadis di masa ini dikarenakan Islam mulai merambah dan meluas ke wilayah-wilayah lain
4. Masa pertengahan para tabiin, masa ini pengumpulan dan pembukuan hadis dilakukan sebagai proyek resmi Negara sebagai program besar khalofah Umar Ibn Abd Aziz
5. Masa akhir tabii dan atba’ tabiin, masa ini penulisan hadis merata di semua kota Islam. Yang paling menonjol di masa ini adalah hadis banyak tercampur dengan perkataan atau fawa-fatwa sahabat dan tabiin
6. Masa tabi’I tabiin, hilangnya pembauran anatara hadis dengan pendapat sahabat, tabiin serta fatwa mereka
7. Masa Bukhari, penulisan hadis dilakkan dengan teknik yang lebih baik. Dengan memisahkan antara hadis sahih, da’if, dan disusun secara sistematis
8. Periode mutakhir, pada masa ini dilakukan penertiban, sistematisasi dan sekaligus membuat ikhtisar dan syarah

Rabu, 06 April 2011

UMAR BIN ABDUL AZIZ

PENDAHULUAN
Umar bin Abdul Aziz,bergelar Umar II, lahir pada tahun 61 H, beliau Adalah khalifah Bani Umayyah yang berkuasa dari tahun 717 (umur 34-35) sampai 720 (selama 2-3 tahun). Tidak seperti khalifah Bani Umayyah sebelumnya, ia bukan merupakan keturunan dari khalifah sebelumnya, tetapi ditunjuk langsung, dimana ia merupakan sepupu dari khalifah sebelumnya, Sulaiman.
Ayahnya adalah Abdul-Aziz bin Marwan, gubernur Mesir dan adik dari khalifah Abdul-Malik.ibunya adalah Ummu Asim binti Asim. Umar adalah cicit dari Khulafaur Rasyidin Kedua Umar bin Khattab, dimana umat muslim menghormatinya sebagai salah seorang Sahabat Nabi yang paling dekat.
Umar bin Abdul Aziz adalah salah satu idola yang perlu kita teladani setelah rosululloh dan para sahabat. Sungguh setiap perbuatannya,terutama setelah menjadi khalifah sangat berarti bagi kaum muslimin saat itu, terutama yang berada di bawah kepemimpinannya. Mungkin, keterpurukan Indonesia saat ini karena belum memiliki pemimpin seperti beliau, setidaknya pemimpi yang paling mirip kebaikannya dengan beliau.
Umar bin Abdul Aziz disebut para ulama sebagai khulafaur rasyidin ke-5,karena kesamaan manhaj kepemimpinan beliau dengan empat khalifah pertama penerus rosululloh SAW. Nama lengkapnya Abu Hafs Umar bin Abdul Aziz Marwan bin Al Hakam. Ia seorang pemimpin dari generasi tabi’in. Lahir di Halawan Mesir tahun 61 H. Dibai’at menjadi khalifah pada saat wafat saudara sepupunya, Sulaiman bin Abdul Malik,pada tahun 91 H.
Pada saat dibai’at Umar bin Abdul Aziz berpidato. ’’Wahai manusia, sesungguhnya tidak ada kitab sesudah Al-Qur’an dan tidak ada nabi sesudah Muhammad SAW. Saya bukanlah qodhi (hakim), tetapi adalah pelaksana. Saya bukanlah tukang bid’ah, tetapi pengikut setia. Dan saya bukanlah yang terbaik di antara kalian, tetapi saya adalah yang paling berat tanggung jawabnya di antara kalian. Orang yang lari dari imam yang zhalim, bukanlah kezhaliman. Ingatlah, tidak ada ketaatan pada makhluk dalam kemaksiatan pada sang khalik.
Umar bin Abdul Aziz adalah pemimpin yang warak, zuhud, bersih, dan peduli pada umat. Istrinya menceritakan bahwa pada suatu hari sedang di kamar tidur dan ingat tentang akhirat, beliau gemetar seperti burung dalam air, duduk, dan menangis. Sedangkan perhatiannya kepada umat sangat besar. Ketika akan istirahat siang sejenak karena capek melaksanakan tugas, anaknya memberi nasihat, ’’Apakah Ayah menjamin umur Ayah akan panjang sesudah istirahat sehingga menunda banyak urusan yang harus diselesaikan?’’ Umar bin Abdul Aziz tidak jadi istirahat dan langsung meneruskan tugasnya.
Umar bin Abdul Aziz menjadi khalifah hanya 2 tahun lebih. Tetapi pada masa itu sangat banyak kesuksesan yang beliau lakukan. Beliau yang menghapuskan caci-maki terhadap Imam Ali dan keluarganya yang dilakukan khatib saat khutbah jum’at dan mengganti dengan membaca surat An-Nahl ayat 90. Sampai sekarang khutbah Jum’at membaca ayat itu mengikuti sunnah yang baik dari Umar bin Abdul Aziz, beliau juga menolak nepotisme dari keluarganya, Bani Umayyah.
Dalam masalah ilmu dan kekhusyu’an, Umar bin Abdul Aziz adalah termasuk ulama panutan. Berkata Maimun bin Marhan, ’’para ulama di hadapan Umar bin Abdul Aziz menjadi murid. Beliau adalah gurunya para ulama.’’ Di masa beliaulah penulisan hadits-hadits Rosululloh SAW. Dilakukan sehingga berkembanglah tadwin hadits dan penulisan buku hadits.
Sedangkan ibadahnya sangat menyerupai Rosululloh SAW. Anas bin Malik r.a. berkata, ’’Saya tidak sholat berjamaah bersama imam yang lebih menyerupai sholatnya Rosululloh dari pada sholat bersama pemuda ini (Umar bin Abdul Aziz) ketika beliau di Madinah.’’ Beliau menyempurnakan ruku’ dan sujud, dan memendekkan dan membaca Al-Qur’an.’’
PEMBAHASAN

A. Dakwah Umar bin Abdul Aziz
Setelah ayahnya meninggal dunia, Umar bin Abdul Aziz di minta khalifah Abdul Malik bin Marwan untuk datang ke Damaskus. Pada masa pemerintahan khalifah al-Walid bin Abdul Malik atau al-Walid I ( khalifah ke-6 memerintah tahun 86-97 H ) tepat nya pada tahun 87 H, Umar bin Abdul Aziz di angkat menjadi Gubernur Hedzaz ( Hidjaj ) dengan kedudukan di kota Mekah & Madinah di kota inilah ia meniti karier politik nya sebagai pejabat penting pemerintahan.
Tetapi karena di fitnah oleh Hajjaj bin Yusuf yang menuduhnya melindungi para pemberontak yang berasal dari Irak, Umar dipecat. Pemecatan itu tidak diambil pusing oleh Umar karena memang ia sendiri tidak berambisi untuk menjadi penguasa. Ketika itu baru berusia 24 tahun. Penampilannya sebagai gubernur sangat berbeda dari gubernur-gubernur lainnya karena ia sangat adil dalam memerintah. Langkah pertama ketika tiba di Madinah adalah membentuk sebuah “Dewan Penasehat” yang beranggotakan beberapa ulama di kota itu. Umar di catat sebagai Gubernur yang berprestasi dan bereputasi baik, namun karena ia berselisih dengan khalifah akibat hasutan Hajjaj bin Yusuf As-saqafi ( gubernur juga di wilayah Kekalifahan Umayyah ) dan para pendukungnya yang tidak menyukai Umar maka khalifah memecat nya dari jabatan gubernur pada tahun 93 H, tapi pada masa pemerintahan Sulaiman bin Abdul Malik bin Marwan, ( Khalifah ke-7 memerintah tahun 97 – 99 H ), ia di percaya lagi menjabat sebagai Al- Khatib ( sekertaris ).
Setelah Khalifah Al-Walid bin Abdul Malik wafat, pemerintahan Umayyah di pegang oleh saudaranya yang bernama Sulaiman Abdul Malik, Tatkala khalifah Sulaiman sakit beliau meminta nasihat kepada wajir nya ( Menteri ) yaitu Raja bin Haiwah tentang siapa yang patut menggantikan kepemimpinan Khalifah Bani Umayyah selanjutnya. Dari pembicaraan tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa yang layak untuk menggantikan nya adalah Umar bin Abdul Aziz yang pada saat itu menjadi al-khatib ( Sekertaris Negara ) setelah pembuatan surat itu khalifah meninggal dengan tenang. Walaupun Umar pernah menjadi Gubernur dan Al-Khatib, Ia tidak berambisi untuk menduduki jabatan khalifah, Ketika Khalifah Sulaiman menderita sakit, ia meminta Pertimbangan dari wazir ( Perdana Menteri ) Raja’ bin Haiwah tentang siapa yang pantas menjadi khalifah untuk menggantikannya, karena putra mahkota, Ayyub meninggal dunia.
Pada waktu itu raja mengemukakan bahwa Umar Bin Abdul Aziz adalah figur yang tepat untuk jabatan itu. Akan tetapi Umar dalam suatu perbincangan nya dengan raja tentang sakitnya khalifah ke-7 tersebut dan penggantinya, mengatakan kepada raja “….dengan bersaksi kepada Tuhan, saya meminta kepadamu, seandainya khalifah menyebut-nyebut nama saya untuk jabatan itu, hendaklah engkau menghalanginya dan kalau ia tidak menyebut-nyebut nama saya untuk jabatan itu, janganlah engkau mengingatkan kepadanya”….
Yazid bin Abdul Malik ditunjuk sebagai calon khalifah sesudah Umar. Setelah Sulaiman wafat ( 99 H ), Umar resmi menjadi khalifah. Umar tidak mengaharapkan atau berusaha mendapatkannya, bahkan ia ingin sekali untuk menjauhkan diri dari padanya, bahkan umar bilang ketika mendengar nama nya disebutkan sebagai Khalifah yang baru dengan mengucap “…Innallillahi Wa inna ilaihi roji’un….” Kemudian berkata demi Allah ini sama sekali bukan atas permintaanku, baik secara rahasia atau terang-terangan.
Kemudian Umar naik mimbar dan berkata; “…Wahai manusia sekalian!!! Dengan ini aku telah dibebani tanpa diminta pendapatku lebih dahulu dan tidak pula atas permintaanku sendiri, dan juga tidak atas permusyawaratan kaum muslimin. Aku membebaskan tuan-tuan dari bai’at yang telah tuan-tuan sukai”… Tetapi baru saja Umar turun dari mimbar hadirin berseru dengan serempak; “Kami telah memilihmu!!” Lalu mereka sama-sama datang ke Umar dan menyatakan Bai’ah dan sumpah setia kepadanya.
Kemudian Jabatannya menjadi khalifah membagi kehidupannya menjadi 2 bagian sebelum menjadi khalifah penuh kebahagiaan dan kekayaan tetapi setelah menjadi khalifah, maka kehidupannya penuh dengan perjuangan kesederhanaan, kesahajaan dan kerja berat. Umar turunan Bani Umayah, ayahnya Abdul Aziz ibnu Marwan, pamannya khalifah Agung Abdul Malik ibnu Marwan, sedang istrinya Fatimah Binti Abdul Malik saudara al-Walid. Dari saluran-saluran inilah ia mendapat rezeki yang baik serta mengenal dan mengenyam kehidupan dalam istana. Ia dididik dan dibesarkan dalam suasana yang penuh kenikmatan dan kemakmuran hidup. Harta kekayaannya berlimpah-limpah sehingga ia memiliki tanah perkebunan di Hejaz, Syam, Mesir, Yaman, dan Bahrain. Dari sana ia memperoleh penghasilan yang besar sebanyak 40.000 dinar setiap tahun.
Menurut riwayat, sebelum Umar menjadi khalifah ada hal-hal yang tercela pada diri-nya, yaitu bahwa ia terlalu suka kepada kemewahan, Wangi-wangian yang istimewa, memakai pakaian serta perhiasan berlebihan, kecongkakannya ketika berjalan, cara Umar berjalan cukup tenar pada masa itu dengan sebutan “Lenggang Umar”. Bila ia berjalan maka meratalah wanginya.
Kemudian kehidupannya ada garis pemisah antara hidup nya yang lama dan yang baru. Ia menyadari tanggung jawabnya yang besar dan kezaliman-kezaliman yang banyak terjadi di masa itu. Serta resiko yang berat yang harus dihadapinya.
Mulailah Umar bekerja dari awal –awal pertama setelah menguburkan Sulaiman; Peristiwa pertama tatkala dibawakannya beberapa ekor kuda pengangkut barang dan beberapa ekor kuda tunggangan dan beberapa kuda begal, masing-masing lengkap dengan alat-alatnya.
Umar bertanya…”Apakah ini ?? Mereka menjawab ; “inilah kendaraan khalifah”.
Umar menyahut ; “Hewanku lebih sesuai bagi ku”. Kemudian dijualnya semua hewan kendaraan tersebut dan uangnya disimpan di Baitul Mal. Begitu pula tenda-tenda permadani semua dijual dan dimasukannya ke Baitul mal.
B. BENTUK–BENTUK DAKWAH YANG DILAKUKAN KHALIFAH UMAR BIN ABDUL AZIZ
- Mengirim para Mubaligh sebagai misi perdamaian ke India, turki dan raja-raja bangsa di Afrika.
- Mengembangkan ilmu pengetahuan dengan mengirim buku-buku tentang islam & berbagai disiplin ilmu pengetahuan.
- Pasukan islam yang sedang mengepung Konstantinopel ditarik mundur dengan diganti dakwah bil hal yang menjelaskan tentang islam.
- Mengembangkan pola musyawarah dalam ilmu pengetahuan tanpa melihat perbedaan agama.
- Banyak raja-raja di Luar negeri masuk islam karena bentuk Dakwah Umar.
Di bidang Keilmuan di kabarkan ia memindahkan sekolah kedokteran yang ada di Iskandariyah ( Mesir ) ke Antakya ( kini di Turki ) dan Harran ( Turki ).
Di bidang Sosial Politik Umar menerapkan prinsip politik yang menjunjung tinggi kebenaran dan keadilan yang lebih utama dari segalanya. Dia lebih bersifat lunak kepada rakyat nya yang membangkang asal jangan melakukan kerusuhan dan pengrusakan dan mengganggu ketertib umum, ia juga berkirim surat kepada Syaudzab agar datang ke Damascus untuk bertukar fikiran padahal dia tokoh dari Khawarij yang membangkang. Umar tidak membasmi mereka ataupun menentang malahan di ajak nya bekerja sama untuk membangun Negara, kebijakan ini menambah simpati masyarakat dan kelompok-kelompok yang sering melakukan perlawanan seperti kelompok khawarij itu tadi.
Dalam situasi aman dan damai seperti inilah khalifah Umar menjalankan roda pemerintahannya. Sehinnga ia mampu mengeluarkan kebijakan yang memihak kepada rakyat banyak dan berusaha semaksimal mungkin untuk mensejahterakan rakyat nya, dan usahanya diantaranya; menghentikan sikap permusuhan dengan keluarga Ali, pengikut / pendukung ali baik ditempat umum maupun dalam khotbah.
Permusuhan ini di mulai ketika Usman bin affan wafat di bunuh orang al-Ghofiqi, keluarga Umayyah menuduh Ali ( Khalifah waktu itu ) melindungi pembunuh Usman, keluarga Umayyah kemudian memberontak terhadap Ali yang mengakibatkan Perang Siffin ( Kelompok Ali dengan Muawiyah Abu-Sofyan di pingir sungai siffin ) dan Tahkim Daumatul Jandal.
Menghapuskan kelas – kelas sosial antara muslim Arab dan muslim non-Arab.
Pada masa awal pemerintahan Dinasti Bani Umayyah terjadi perbedaan besar di dalam sistem sosial kemasyarakatan. Perbedaan itui di tandai dengan pemberian jabatan penting bagi muslim Arab dan posisi kurang untuk Muslim Non-Arab( Mawali ).
Hal semacam ini menimbulkna persoalan-persoalan social politik. Karena masyarakat Non-Arab yang di masukan ke kelompok kelas dua melakukan protes, Kalau kenyataan ini di biarkan terus maka akan sangat berpengaruh bagi stabilitas dan keamanan dinasti Bani Umayyah, Oleh karena itu Khalifah Umar bin Abdul Aziz melakukan pembaharuan di
dalam bidang Sosial dengan menghapuskan perbedaan kelas, semua memiliki hak & kewajiban yang sama.
Beliau mengurangi beban pajak yang dipungut dari kaum nasrani menghentikan Jizyah ( pajak ) dari umat islam, membuat aturan mengenai timbangan dan takaran, membasmi cukai dan kerja paksa, memperbaiki tanah partanian, irigasi, penggalian sumur-sumur, pembangunan jalan, menyediakan tempat penginapan bagi musafir dan menyantuni fakir miskin dan semua kebijaksanaannya itu berhasil meningkatkan taraf hidup rakyat, sehingga umat Islam di bawah kepemimpinanya dapat di katakan makmur. Sepeninggal Umar, tidak ada lagi khalifah Bani Umayyah yang cakap hanya 2 tahun 5 bulan singkat sekali kalau saja pemerintahan Umar bisa berjalan lama niscaya sejarah islam dan sejarah Daulat Bani Umayyah akan terisi dengan lembaran yang indah dan membanggakan. Umar bin Abdul Aziz wafat pada bulan rajab tahun 101 H. Umar meninggal tatkala badannya menjadi kurus karena terlalu mengekang nafsunya sampai hidupnya menderita.

KESIMPULAN
Dari berbagai penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwasannya pemerintahan Bani Umayyah (selama 90 tahun), Umar bin Abdul Aziz adalah seorang khalifah yang patut di contoh oleh pemimpin-pemimpin kita, keteladannya beliau,ke zuhudannya terhadap harta yang beliau miliki, dan kepemimpinannya terhadap negara yang dipimpinnya. Beliau tidak mau bersenang-senang diatas diatas penderitaan rakyatnya.
Umar adalah khalifah 8 Bani Umayyah, lahir di Halawan Mesir, pada tahun 61 H, beliau disebut sebagai khulafaur rasyidin ke 5. Menjadi khalifah Bani Umayyah kurang lebih selama (2-3 th), akan tetapi dalam singkatnya waktu tersebut, telah banyak kemajuan. Rakyatnya tidak ada yang merasa kekurangan. Negrinya sejahterah. Beliau juga orang ahli sufi, kezuhudannya dalam masalah agama dan negara patut kita contoh.

DAFTAR PUSTAKA

Basyarahil,thariq. 2005. SUKSES MENJADI PEMIMPIN ISLAMI. Jakarta : Magfirah pustaka


Syalabi. A. Dr. Prof. 2003.• SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM 2. Jakarta : Pustaka Al-Husna Baru

Ibrahim Hasan. Dr. 2001. SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM 2. Jakarta : Kalam Mulia

SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM ( SKI ) TSANAWIYAH. Jakarta : Ilham

Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam. 1997. ENSIKLOPEDI ISLAM. Jakarta : PT. Ichtiar Baru Van Hoeve,

Khalid. Muh . KHALIFAH RASULULLOH. “ Mengenal Pola Kepemimpinan Umat dari Karakteristik Perhidup Khalifah Rosululloh. ” Bandung : CV. PENERBIT DIPONEGORO, IKAPI

Selasa, 05 April 2011

EKOLOGI

Istilah ekologi berasal dari kata dalam bahasa Yunani yaitu oikos dan logos. Istilah ini mula-mula diperkenalkan oleh Ernst Haeckel pada tahun 1869. Tetapi jauh sebelurmya, studi dalam bidang-bidang yang sekarang termasuk dalam ruang lingkup ekologi telah dilakukan oleh para pakar.
Lingkup Ekologi
Ekologi merupakan cabang biologi, dan merupakan bagian dasar dari biologi. Ruang lingkup ekologi meliputi populasi, komunitas, ekosistein, hingga biosfer. Studi-studi ekologi dikelompokkan ke dalam autekologi dan sinekologi.
Ekologi berkembang seiring dengan perkembangan ilmu dan teknologi. Perkembangan ekologi tak lepas dari perkembangan ilmu yang lain. Misalnya, berkembangnya ilmu komputer sangat membantu perkembangan ekologi. Penggunaan model-model matematika dalam ekologi misalnya, tidak lepas dari perkembangan matematika dan ilmu kornputer.
Maraknya bencana lingkungan hidup selama ini tak dapat dipisahkan dari ketiadaan strategi Pemerintah dalam pengelolaan pembangunan berkelanjutan. Fakta ini mengakibatkan bencana lingkungan yang kian parah.


Tidak adanya upaya pemerintah untuk memecah kebuntuan akibat mandeknya penanganan kasus-kasus lingkungan, seperti kasus pencemaran Teluk Buyat, Kasus Import Limbah B-3, kasus PT FI di Papua, kasus pencemaran sumber air minum di hampir semua Sungai sumber mata air di Jawa, kasus perusakan dan kebakaran hutan sampai pada kasus Sampah di beberapa kota Metropolitan semakin nyata terbukti.
Fakta bencana lingkungan, terlihat dari besarnya peluang krisis energi, buruknya pengelolaan tata ruang, terjadinya bencana alam, rusaknya hutan indonesia serta sekelumit masalah peracunan lingkungan lainnya yang tidak pernah terselesaikan.
Krisis energi saat ini telah mengancam masyarakat yang lemah secara ekonomi, untuk mendapatkan akses energi yang layak, hal ini terbukti dengan semakin mahalnya harga Bahan Bakar Minyak ( BBM ) dan listrik akhir-akhir ini. Kebijaksanaan penggunaan Batubara yang dicanangkan pemerintah pada akhir-akhir ini nyata juga tidak didasari oleh hasil kajian kondisi sosial masyarakat dan ekologi, justru melahirkan kebingungan dan potensi pencemaran dan perusakan lingkungan dimasa mendatang. Fakta lain, soal deforestasi hutan yang tidak kunjung dapat teratasi, mengisyaratkan gagalnya penanganan pemerintah terhadap aktivitas yang merusak hutan baik illegal logging maupun konversi hutan dan lahan.
Terbitnya kebijakan pro lingkungan selama ini nyatanya harus berbenturan dengan kebijakan yang justru memfasilitasi proses ekploitasi lingkungan. Sebut saja, kebijakan pemberantasan Illegal Logging ternyata dibenturkan dengan kebijaksanaan perijinan tambang di hutan lindung, serta kebijaksanaan pengembangan wilayah perbatasan.
Salah satu permasalahan kebijaksanaan yang belum dikedepankan oleh pemerintah selama ini adalah bahwa dalam penyusunan kebijaksanaan pengelolaan lingkungan, Pemerintah tidak memiliki dan menerapkan asas-asas umum kebijakan lingkungan ( General Principles of Environmental Policy ) yang secara umum telah dipergunakan di negara-negara yang memiliki komitmen tinggi dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan.
Asas – Pengolaan Lingkungan
Beberapa asas umum kebijaksanaan pengelolaan lingkungan tersebut antara lain adalah
(1) asas penanggulangan pada sumbernya (abattement at the source),
(2) asas penerapan sarana praktis yang terbaik, atau sarana teknis yang terbaik,
(3) prinsip pencemar membayar ( polluter pays principle ),
(4) prinsip cegat tangkal ( stand still principle ) dan
(5) prinsip perbedaan regional.
Artinya, kebijaksanaan pemerintah dalam penanganan permasalahan lingkungan saat ini masih dipandang secara parsial dan tidak didasari hasil kajian yang komprehensif. Dua masalah penting yang mengakibatkan bencana lingkungan terbesar adalah masalah dinamika dan tekanan kependudukan, yang berimplikasi pada semakin beratnya tekanan atau beban lingkungan. Kondisi ini diperparah dengan kebijaksanaan pembangunan yang bias kota yang kemudian mengakibatkan terjadinya perusakan tata ruang, pencemaran lingkungan akibat industri, penyempitan lahan pertanian serta koversi hutan yang tak terkendali.
Tekanan atau beban lingkungan yang cukup besar tersebut sangat berkaitan dengan perencanaan tata ruang yang konsisten berbasis pada daya dukung lingkungan, pertumbuhan industri yang tidak ramah lingkungan sehingga mengakibatkan pencemaran, kekumuhan lingkungan yang diakibatkan oleh pemusatan jumlah penduduk melebihi daya dukung lingkungan, dan tekanan terhadap hutan dari aktivitas illegal logging dan konversi lahan dan hutan untuk pertambangan, perkebunan, dan industri.
Dalam rangka hari lingkungan hidup, 5 Juni 2006, Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) menuntut adanya perbaikan pengelolaan lingkungan dan sumber daya alam dengan pendekatan yang lebih komprehensif dengan mendasarkan pada penerapan asas-asas umum kebijaksanaan lingkungan yakni (1) asas penanggulangan pada sumbernya (abattement at the source) antara lain dengan mengembangkan kebijakan pengelolaan sampah di tingkat rumah tangga dan tingkat sumber sampah lainnya, kebijakan sistem pengawasan industri, kebijakan konservasi dan penyeimbangan supply – demand dalam pengelolaan hutan, mencabut kebijakan perijinan tambang dikawasan hutan, mencabut kebijaksanaan alih fungsi hutan untuk perkebunan di kawasan perbatasan serta kebijaksanaan pengembangan industri berbasis pertanian ekologis 2) asas penerapan sarana praktis yang terbaik, atau sarana teknis yang terbaik, antara lain melalui pengembangan kebijaksanaan industri bersih, kebijaksanan insentif bagi pengadaan alat pengelolah limbah, kebijaksanaan pengelolaan lingkungan industri kecil (3)prinsip pencemar membayar (polluter pays principle) melalui pengembangan kebijaksanaan pemberian insen tif pajak pemasukan alat pengelolah limbah bagi industri yang taat lingkungan,insentif lain bagi pengembangan industri yang melakukan daur ulang (reused, recycling) (4) prinsip cegat tangkal (stand still principle) dengan melakukan pengembangan sistem pengawasan import B-3, kebijaksanaan pengelolaan hutan dan DAS berbasis masyarakat dan (5) prinsip perbedaan regional dengan mengembangkan kebijaksanaan insentif berupa subsidi dari wilayah pemanfaat (hilir) kepada wilayah pengelolah (hulu), secara konsisten, partisipatif dan berbasis pada keadilan lingkungan (eco justice)!
Permasalahan Keterbatasan SDA Dalam Pembangunan
Biolog lingkungan atau yang biasa dikenal dengan ekologi adalah bagian dari ilmu pengetahuan yang mempunyai hubungan erat dengan lingkungan. Ekologi berasal dari kata oikos yang berarti rumah tangga dan logos yang mempunyai arti ilmu pengetahuan. Jadi, ekologi dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan tentang hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan keadaan lingkungannya yang bersifat dinamis. Hubungan antara makhluk hidup dengan lingkungannya sangat terbatas terhadap lingkungan yang bersangkutan, hubungan inilah yang disebut dengan keterbatasan ekologi. Dalam keterbatasan ekologi terjadi degradasi ekosistem yang disebabkan oleh dua hal yaitu peristiwa alami dan kegiatan manusia. Secara alami merupakan peristiwa yang terjadi bukan karena disebabkan oleh perilaku manusia. Sedangkan yang disebabkan oleh kegitan manusia yaitu degradasi ekosistem yang dapat terjadi diberbagai bidang meliputi bidang pertanian, pertambangan, kehutanan, konstruksi jalan raya, pengembangan sumber daya air dan adanya urbanisasi.
Indonesia mempunyai hutan tropis dunia sebesar 10 persen. Sekitar 12% keadaan hutan di Indonesia yang merupakan bagian dari jumlah binatang yang tergolong jenis mamalia, 16% persen merupakan bagian dari spesies amphibi dan binatang sejenis reptil dan 25% dari bagian spesies sejenis burung dan sekitar 1.519 merupakan bagian dari spesies burung. Sisanya merupakan endemik yang hanya dapat ditemui didaerah tersebut.
Penyusutan luas hutan alam yang merupakan asli Indonesia mengalami kecepatan menurunan yang cukup memprihatinkan. Menurut World Resource Institute (1997), hingga saat ini hutan asli Indonesia. Selama periode 1985-1997 kerusakan hutan mencapai 1,6 juta hektar per tahun. Pada periode 1997-2000 bertambah menjadi 3,8 juta hektar per tahun. Berdasarkan pada hasil penelitian citra landsat pada tahun 2000 terdapat 101,73 juta hektar hutan dan lahan mengalami kerusakan yang cukup serius. Diantaranya, hutan seluas 59,62 juta hektar berada dalam kawasan hutan [Badan Planologi Dephut,2003]. Menurut data yang diperoleh dari Bakornas Penanggulangan Bencana pada tahun 2003, bencana yang terjadi selama tahun 1998 hingga pertengahan 2003 data yang didapat menunjukan telah terjadi 647 bencana dengan 2022 korban jiwa dan mengalami kerugian milyaran rupiah dengan 85% merupakan bencana banjir dan longsor.
Peran Teknologi Dalam Pengelolaan SDA
Hal yang perlu diperhatikan dalam penerapan IPTEK untuk menekan dampaknya seminimal mungkin, antara lain :
1). Menjaga keserasian dan keseimbangan dengan lingkungan setempat.
2). Teknilogi yang akan diterapkan hendaknya betul-betul dapat mencegah timbulnya permasalahan di tempat itu.
3). Memanfaatkan seoptimal mungkin segala sumber daya alam dan sumber daya manusia yang ada.
2. Dampaknya dalam :
a. Penyediaan Pangan
Perkembangan IPTEK dalam bidang pangan dimungkinkan karena adanya pendidikan, penelitian dan pengembangan di bidang pertanian terutama dalam peningkatan produktivitas melalui penerapan varitas unggul, pemupukan, pemberantasan hama dan penyakit, pola tanaman dan pengairan. Namun di sisi lain perkembangan tersebut berdampak fatal, misalkan saja penggunaan pestisida dalam pemberantasan hama ternyata dapat menyebabkan penyakit dalam tubuh manusia.
b. Penyediaan Sandang
•Pada awalnya bahan sandang dihasilkan dari serat alam seperti kapas, sutra, woll dan lain-lain
•Perkembangan teknologi matrial polimer menghasilkan berbagai serat sintetis sebagai bahan sandang seperti rayon, polyester, nilon, dakron, tetoron dan sebagainya
•Kulit sintetik juga dapat dibuat dari polimer termoplastik sebagai bahan sepatu, tas dan lain-lain
•Teknologi pewarnaan juga berkembang seperti penggunaan zat azo dan sebagainya.
c. Penyediaan Papan
•Teknologi papan bersangkut paut dengan penyediaan lahan dan bidang perencanaan seperti city planning, kota satelit, kawasan pemukiman dan sebagainya yang berkaitan dengan perkembangan penduduk
•Awalnya bahan pokok untuk papan adalah kayu selanjutnya dikembangkan teknologi matrial untuk mengatasi kekurangan kayu
•Untuk mengatasi kekurangan akan lahan dikembangkan teknologi gedung bertingkat, pembentukan pulau-pulau baru, bahkan tidak menutup kemungkinan pemukiman ruang angkasa.
d. Peningkatan Kesehatan
•Perkembangan Imu Kedeokteran seperti : ilmu badah dan lain-lain
•Penemuan alat-alat kedokteran seperti : stetoskup, USG, dan lain-lain
•Penemuan obat-obatan seperti anti biotik, vaksin dan lain-lain
•Penemuan radio aktif untuk mendeteksi penyakit secara tepat seperti tumor dan lain-lain
•Penelitian tentang kuman-kuman penyakit dan lain-lain.
e. Penyediaan Energi
•Kebutuhan akan energi
•Sumber-sumber energi
•Sumber energi konvensional tak dapat diperbaharui
•Sumber energi pengganti yang tak habis pakai
•Konversi energi dari satu bentuk kebentuk yang lain.


Daftar Pustaka :
Pakde sofa 2008 Sejarah dan Ruang Lingkup Ekologi dan Ekosistem. http://massofa.wordpress.com/2008/09/23/sejarah-dan-ruang-lingkup-ekologi-dan-ekosistem/

Senin, 04 April 2011

STUDI NAHWU MAZHAB BAGHDAD TOKOH-TOKOH KUFAH LEBIH DULU MASUK KE BAGHDAD

Para ahli nahwu dan ahli bahasa Kuffah telah datang terlebih dahulu ke Baghdad bila dibandingkan para ahli dari Bashrah. Hal ini dapat dilihat melalui kedatangan Al-Kasai ke Baghdad dengan membawa ilmu nahwu Kuffah serta pendapat-pendapat para ahli tentang ilmu tersebut. Lebih dari itu, pada masa pemerintahan Khalifah Harun Ar-Rasyid, Al-Kasai bahkan dipercaya oleh khalifah untuk menjadi guru bagi kedua putranya yang bernama Amin dan Makmun. Dan ketika kesehatannya mulai menurun, dia menunjuk temannya yang bernama Ali bin Malik Al-Ahmar untuk menggantikannya menjadi guru bagi kedua putra khalifah. Demikianlah, al-Kisa’i telah mampu menempatkan aliran nahwu Kuffah di Baghdad, dan memasukkannya ke dalam pemerintahan khalifah Harun Ar-Rasyid. Tokoh lain yang datang ke Baghdad setelah Al-Kasai dan Al-Ahmar adalah Yahya bin Ziad Al-Fara’, yaitu tepatnya pada masa pemerintahan khalifah Makmun, untuk menjadi guru bagi kedua putra khalifah.
Kedatangan para ilmuwan Kuffah ke Baghdad senantiasa mendapat sambutan baik dari pemerintah, bahkan mereka diberi kedudukan yang terhormat, misalnya saja sebagai guru bagi putra kaisar maupun sebagai penasehat khalifah, karena mereka dianggap telah berjasa memperkenalkan sebuah ilmu baru pada Baghdad. Penyebab dari hal ini sebagaimana yang dikatakan oleh Abu Thoyyib Al-Lughawy adalah, bahwa pada masa tersebut, Baghdad hanya dikenal sebagai kota kerajaan dan bukan kota ilmu pengetahuan, sehingga mereka senantiasa memberikan tempat istimewa pada orang-oranga yang mereka anggap memiliki ilmu pengetahuan dan memperkenalkannya pada mereka.

BASHRAH DAN KUFAH BERTEMU DI BAGHDAD
Ketika berita tentang kemuliaan yang didapatkan oleh para pakar nahwu Kuffah dalam pemerintahan khalifah Bani Abbas di negeri Baghdad tersebar, maka hal ini memicu hasrat dari sebagian pakar nahwu Bashrah untuk mengadu nasib ke Bagdad, dengan harapan mereka dapat ikut merasakan apa yang telah diperoleh para ilmuwan Kuffah. Meskipun kedatangan mereka banyak ditentang oleh tokoh-tokoh Bani Abbas, namun pada akhirnya mereka berhasil mendapatkan posisi di Baghdad karena mereka memiliki perangai yang baik.
Dengan kedatangan para pakar Bashrah ini, maka dapat diketahui bahwa ada dua macam aliran nahwu yang masuk ke Baghdad, yaitu aliran Kuffah dan aliran Bashrah. Kedua aliran ini tumbuh di Baghdad dengan karakteristik masing-masing, sehingga pendukung keduanyapun juga terbagi menjadi dua kelompok yang berbeda. Dengan adanya berbagai perbedaan yang ada dalam kedua aliran ini, maka yang muncul ke permukaan pada tahap selanjutnya adalah adanya persaingan sengit antara keduanya dan tidak pernah mencapai titik temu. Perbedaan dan perselisihan dua aliran tersebut selanjutnya melahirkan sebuah aliran baru yang diberi nama aliran Baghdad, yaitu aliran yang memadukan aliran Kuffah dan aliran Bashrah kemudian disesuaikan dengan kaidah-kaidah bahasa Arab yang telah ada.

PENGARUH MADZHAB BAGHDAD TERHADAP KONFLIK POLITIK
Penopang Madzhab Baghdad
Pada masa-masa awal munculnya aliran Baghdad, yaitu sekitar abad ke-3 H, perkembangan ilmu nahwu di Baghdad lebih didominasi oleh pengaruh dari Kuffah dari pada pengaruh dari Bashrah. Hal ini tidak lepas dari campur tangan kekuasaan khalifah-khalifah Bani Abbas. Dominasi pengaruh madzhab Kuffah ini masih terus terasa, dan baru dapat berkurang setelah tokoh-tokohnya meninggal dunia.
Dalam perkembangan selanjutnya, para pakar nahwu Baghdad berupaya memadukan madzhab Kuffah dan Bashrah, kemudian mereka formulasikan ke dalam sebuah aliran baru yang disebut sebagai aliran Baghdad, di mana kaidah-kaidah yang mereka gunakan sebagian diambil dari kaidah-kaidah nahwu Kuffah, sebagian dari kaidah-kaidah nahwu Bashrah dan sebagian lagi adalah kaidah-kaidah nahwu baru hasil ijtihad ataupun istimbat mereka.

Popularitas Madzhab Baghdad di Lingkungan Kerajaan dan di Daerah
Pada masa pemerintahan Bani Abbas, perkembangan ilmu pengetahuan agak terhambat karena adanya campur tangan dari pemerintah, yang lebih memihak pada madzhab Kuffah. Sebagai reaksi dari kesewenang-wenangan pemerintah tersebut, membuat para ilmuwan berniat meninggalkan negeri Baghdad, yang mereka anggap tidak memberikan kedamaian. Kondisi Baghdad yang demikian masih terus berlangsung sampai datangnya Abu Al-Husain Ahmad bin Abu Syuja’ Bawaih pada tahun 334 H ke negeri tersebut dan mendirikan kekhalifahan Persi di Baghdad. Dan dalam perkembangannya, wilayah pemerintahan Bani Abbas kemudian terpecah menjadi beberapa bagian.
Seiring dengan terpecahnya kerajaan Abbasiyah, maka para pecah pula ikatan madzhab Baghdad, karena para pakar nahwu yang bermadzhab Baghdad tersebut, terpisah oleh wilayah-wilayah yang berbeda. Karena wilayah mereka telah terpisah. Oleh kaerena itu, selanjutnya para pakar nahwu tersebut menjalani kehidupan yang baru di wilayah mereka masing-masing. Hal ini berarti bahwa, para pakar tersebut mempunyai kebebasan untuk mengembangkan madzhab nahwu mereka, bebas dari pengaruh dan tekanan siapapun, termasuk pengaruh dan tekanan dari pemerintahan Bani Abbas, sehingga mereka bebas berijtihad tanpa terpengaruh oleh pakar-pakar di wilayah lain kecuali untuk kepentingan perkembangan bahasa Arab.

Misi Baru Madzhab Baghdad
Berbeda dengan pemerintahan Bani Abbas, maka pemerintahan baru yang ada di Baghdad lebih memberi perlindungan terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan menghormati para ilmuwan pada masing-masing bidangnya. Mereka diberi kesempatan untuk mengembangkan ilmu-ilmu yang berhubungan dengan bahasa Arab, bahkan lebih dari itu, mereka dianggap sebagai bagian dari kerajaan meskipun mereka berasal dari wilayah lain. Pada masa pemerintahan As-Saljuqiyah, didirikanlah madrasah yang pertama dalam sejarah. Dikatakan pertama karena pada masa sebelumnya, proses pendidikan hanya berlangsung di masjid-masjid saja. Perhatian lebih dari pemerintah terhadap ilmu pengetahuan dan ilmuwan ini, selanjutnya memacu semangat para ilmuwan untuk lebih produktif. Sehingga pada masa tersebut, banyak bermunculanlah pengarang-pengarang besar nahwu, lebih dari apa telah ada sebelumnya, karena pada umumnya, mereka tidak cukup puas hanya menggunakan kaidah-kaidah dari pendahulu mereka saja, akan tetapi mereka mengembangkannya dengan ijtihad mereka sendiri. Dengan adanya perbedaan lingkungan dan juga perbedaan nuansa politik yang ada, selanjutnya diadakan pengelompokan terhadap para ilmuwan. Ilmuwan yang ada pada masa pemerintahan saat ini (setelah pemerintahan Bani Abbas) disebut para ilmuwan (pakar) kontemporer, sedangkan ilmuwan yang ada pada masa sebelumnya (pada masa pemerintahan Bani Abbas) disebut sebagai ilmuwan (pakar) konvensional (tradisional).

PAKAR NAHWU KONTEMPORER MADZHAB BAGHDAD
Ibnu Jinni
Nama lengkapnya Abu al-Fath Utsman bin Jinni, dilahirkan di Mosul sebelum tahun 330 H (ada yang mengatakan dia dilahirkan pada 320 H). Beliau berguru kepada Ibnu Muqsam, Abu al-Faraj al-Asfihani, Abu al-‘Abbas Ahmad bin Muhammad dikenal dengan Imam Akhfas dan Abu Sahl al-Qattam. Dalam syarah kitab Al Mutanabbi dia berkata:"Ada seseorang yang bertanya kepada Abu Thayyib al-Mutanabbi tentang bait puisi: باد هواك صبرت أم لم تصبرا . Bagaimana huruf alif masih tetap pada kata تصبرا padahal ada لم jazm, mestinya diucapkan dengan لم تصبر? Mutanabbi menjawab: seandainya ada Abu al-Fatah disini, pasti beliau menjawab: alif pada تصبرا merupakan badal dari nun taukid khafifah. Asalnya: لم تصبرن , nun taukid khafifah disini jika waqf diganti dengan alif.
STUDI NAHWU MADZHAB MESIR
Benturan dua bahasa antara Arab dan Qibti
Sebelum Islam masuk ke Mesir maka telah ada bahasa Qibti. Sehingga dalam perjalanannya, bahasa Arab di Mesir cukup mengalami benturan dengan penganut Kristen Koptic yang merupakan pemakai mayoritas bahasa Qibti. Setelah terjadi Fath L-Islam di Mesir, bahasa Arab diperjuangkan agar bisa menjadi bahasa identitas kaum muslim di sana.
Benturan dua bahasa ini sangat berpengaruh pada bahasa-bahasa keseharian di sana. Meskipun akhirnya bahasa Arab lebih unggul dalam pemakaian resmi dan dijadikan bahasa negara daripada bahasa asli setempat yaitu Qibti, tapi dalam banyak hal di masyarakat masih banyak ditemukan pengaruh-pengaruh bahasa Qibti yang sangat tidak sama dengan kaidah yang dipakai oleh bahasa Arab. Sehingga kadang disebut dengan istilah Arab Mesir.

Pengajaran Bahasa
Perhatian pada bidang bahasa di Mesir terbilang terlambat dari Irak. Namun, lebih maju dari yang lain seperti daerah Syam, Maghrib dan Andalus. Bisa dibilang, orang-orang Mesir mulai menggeluti bahasa secara serius setelah di Irak telah sangat maju. Kota-kota seperti Basroh, Kufah dan Baghdad telah menjadi pusat bahasa dan ilmu.
Kebanyakan orang-orang Mesir setelah fath l-Islam lebih berkonsentrasi dalam mempelajari ilmu-ilmu pokok keislaman dibanding bahasa. Mereka lebih mencukupkan untuk mengikuti perdebatan dan hasil-hasil penelitian tentang bahasa yang terjadi di Irak. Orang Mesir yang terkenal pertama kali membawa ilmu nahwu adalah Walid bin Muhammad Attamimi. Dia telah pergi ke Basroh dan menjadi murid Mahlabi, Kholil bin Ahmad dan para guru yang lain. Kemudian dia membawa buku-buku nahwu dan bahasa ke Mesir. Setelah itu langkah beliau diikuti oleh ulama Mesir yang lain seperti; Abu Ali Ahmad bin ja'far ad-dainuri yang telah mengambil dari al-mazini kitabnya Sibawaih dan membacanya di pusat-pusat belajar Baghdad dan mengajarkannya di Mesir.
Transfer ilmu bahasa Jalur Irak ke Mesir terus berlanjut dan diikuti oleh generasi-generasi seterusnya. Dan akhirnya orang Mesir yang telah menulis dalam bidang bahasa adalah Ibnu Walad (al-intishor li Sibaweh minalburrod), (kitab al-maqsur wa al-mamdud), Abu ja'far Annahas (kitab al-muqni' fi ikhtilaf al-bashriyiin wa kufiyiin, (kitab Tufahah), (kitab al-kafi).

STUDI NAHWU MADZHAB ANDALUSIA
ILMU NAHWU DI ANDALUSIA
Dimulainya perbincangan ilmu nahwu di Andalusia, Negara Arab Timur. mempunyai dua faktor penting:
1. Setelah permasalahan Andalusia dengan negara Timur Irak, maka tersebarlah kajian Nahwu.
2. Tenggelamnya Arab sejak masuknya Andalusia kepada purifikasi dari Faronjah dengan mengikuti jejak mereka untuk menguatkan kekuasaan mereka yang diawali dari aspek peradaban dan pemikiran.

Dua khalifah Bani Umawiyah hampir memerdekakan pemerintahan Andalusia dan menguatkan kekekuasaan pemerintahan mereka. Khalifah membuat peraturan penaklukan dengan menganjurkan para ulama untuk menuntut ilmu dan memberikan hadiah bagi mereka yang gemar mengkaji dan meneliti. Kegemaran penulisan merupakan aktifitas untuk mengembalikan kemuliaan pemerintahan bani Umawiyyah yang telah dibinasakan oleh Bani Abbas di negara Timur.
Tentunya ilmu bahasa/linguistik bermula di segala penjuru untuk mempelajari al-Qur’an, membaca as-Sunnah an-Nabawiyah dan riwayat-riwayatnya, fiqh mazhab serta hukum-hukum yang terkandung di dalamnya. Dengan demikian, tujuan lain mempelajari bahasa adalah untuk memahami al-Quran, mengetahui riwayat as-Sahihah dan Hadist an-Nabawiyah dan keberlangsungan kebenaran agama.
Dengan demikian kita berpendapat bahwa Dirosah Nahwu di Andalusia berawal dari mazhab Kufy dan mengenyampingkan mazahb Basary selama seabad. Hampir pertengahan abad keempat kita jumpai kedua mazhab ini dapat berjalan beriringan diamana sebagian ulama stabil dalam menggunakan mazhab Kufy sedangkan ulama lainnya menggunakan mazhab Basary sedangkan kelompok ketiga menggunakan gabungan dari kedua mazhab ini.

Dengan demikian al-A’lam Syatmir adalah orang yang pertama meletakkan dasar atau merintis di Andalusia menuju mazhab Bagdad dalam corak dan potensi sebagaimana dia merupakan yang pertama yang mengajak kepada al-‘ilal as tsanawiy sebagaimana dijelaskan dalam kitab “al-Jumal” yang ditulis oleh az-Zujajy al-Bagdady, dengan demikian berlngsunglah para ulama Andalusia dalam melanjutkan upaya-upaya tersebut dan mengutip dari referensi-referensi Nahwu dari tiga mazhab yaitu Kufy, Basry dan Bagdady.
Sejak itu pelopor dalam kajian mereka adalah Kitab Sibawaih bahkan menjadi referensi rujukanya dan pergerakan keilmuwan di Andalusia berkembang dengan pilar utamanya dalah Kitab yang ditulis Sibawaih. Dan mereka berlomba-lomba menyusun Ilmu Nahwu yaitu ilmu yang dihargai sepanjang zaman meskipun terjadi kevakuman pada abad ke-7 H sehingga berhentilah dari perhatian para ulama

Makna Kesejahteraan Sosial dalam Perspektif Agama Kristen

@. Menurut anda apa yang dimaksud dengan mensejahterahkan masyarakat?
Membantu masyarakat yang tadinya kurang mampu menjadi naik, baik dalam perekonomiannya maupuun yang lainnya/untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat, tanpa memandang dari segi apapun entah orang yang akan dibantu itu beragama lain, yang penting bisa mensejahterahkan masyarakat yang kurang mampu.
Dalam mensejahterahkan masyarakat harus memahami dari mana kita ikut terlibat dan membantu secara langsung,
Dengan cara memahami beberapa intervensi sosial diantaranya: mikro, mezzo, dan makro. Level mikro membahas intervensi sosial di tingkat individu, keluarga, dan kelompok kecil; level mezzo membahas intervensi sosial di tingkat komunitas; dan level makro membahas intervensi sosial di tingkat masyarakat yang lebih luas.
Dan apabila ketiga macam tersebut bisa terlaksana, maka mereka yakin bahwasanya Allah akan memberikan kasihnya kepada kita.
@. Terus, apa tenggapan anda dengan tidak adanya keharmonisan antar umat beragama?seperti sekarang ini?dengan hal semacam itu, Apakah kesejahteraan umat akan sejahterah?
Jelas, tidak sejahterah. Kami tidak memandang hal yang sedemikian itu, biarlah keyakinan itu berbeda tapi dalam hal mensejahterahkan masyarakat, ayolah kita bersama-sama saling bahu-membahu(tolong-menolong).
Macam-macam pendekatan dalam mensejahterahkan masyarakat ada 4:
1. Filantropi sosial
Filantropi terkait erat dengan upaya-upaya kesejahteraan sosial yang dilakukan para agamawan dan relawan, yakni upaya yang bersifat amal (charity) dimana orang-orang ini menyumbangkan waktu, uang, dan tenaganya untuk menolong orang lain. Pelaku dari filantropi disebut sebagai filantropis.
Filantropi sosial bertujuan mempromosikan kesejahteraan sosial dengan mendorong penyediaan barang pribadi dan pelayanan kepada orang yang membutuhkan
2. Pekerja sosial
Berbeda dengan pendekatan filantropi, pekerjaan sosial merupakan pendekatan yang terorganisir untuk mempromosikan kesejahteraan sosial dengan menggunakan tenaga profesional yang memenuhi syarat untuk menangani masalah sosial. Namun, perkembangan pekerjaan sosial tidak lepas dari perkembangan filantropi.Sejak abad ke-19, pekerjaan sosial telah mengalami pengembangan profesional dan akademik yang cukup pesat dan telah menyebar di seluruh dunia.
3. Administrasi sosial
Pendekatan administrasi sosial berusaha mempromosikan kesejahteraan sosial dengan menciptakan program sosial pemerintah yang meningkatkan kesejahteraan warga negaranya melalui penyediaan berbagai pelayanan sosial. Pendekatan ini diselenggarakan langsung oleh pemerintah. Salah satu contoh yang paling terkenal adalah Undang-Undang tentang Kemiskinan yang dikeluarkan oleh Ratu Elizabeth.
4. Pembangunan sosial
Pembangunan sosisal merupakan suatu proses perubahan sosial terencana yang dirancang untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat secara utuh, di mana pembangunan ini dilakukan untuk saling melengkapi dengan dinamika proses pembangunan ekonomi.

Minggu, 03 April 2011

Nilai-nilai Sosial Islam Dalam al-Qur’an

Latar Belakang
A. Apa yang dimaksud dengan Nilai
Nilai sosial adalah nilai yang dianut oleh suatu masyarakat, mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk oleh masyarakat. Sebagai contoh, orang menanggap menolong memiliki nilai baik, sedangkan mencuri bernilai buruk.
Dan ada beberapa pendapat tentang apa itu nilai?
Menurut :
A.W.Green
Nilai adalah kesadaran yang secara relatif berlangsung disertai emosi terhadap objek.
Contoh: ibu memarahi anak(anak melampau batas)
M.Z.Lawang
Menyatakan nilai adalah gambaran mengenai apa yang diinginkan,yang pantas,berharga,dan dapat memengaruhi perilaku sosial dari orang yang bernilai tersebut.
Contoh: si A menilai si B agar dia berpenampilan sewajarnya.
Hendropuspito
Menyatakan nilai adalah segala sesuatu yang dihargai masyarakat karena mempunyai daya guna fungsional bagi perkembangan kehidupan manusia.
Contoh: kebudayaan(jodangan,sekaten,dll)

B. apa makna sosial itu?

Definisi Sosial dapat berarti kemasyarakatan. Sosial adalah keadaan dimana terdapat kehadiran orang lain. Kehadiran itu bisa nyata anda lihat dan anda rasakan, namun juga bisa hanya dalam bentuk imajinasi. Setiap anda bertemu orang meskipun hanya melihat atau mendengarnya saja, itu termasuk situasi sosial. Begitu juga ketika anda sedang menelpon, atau chatting (ngobrol) melalui internet. Pun bahkan setiap kali anda membayangkan adanya orang lain, misalkan melamunkan pacar, mengingat ibu bapa, menulis surat pada teman, membayangkan bermain sepakbola bersama, mengenang tingkah laku buruk di depan orang, semuanya itu termasuk sosial. Sekarang, coba anda ingat-ingat situasi dimana anda betul-betul sendirian. Pada saat itu anda tidak sedang dalam pengaruh siapapun. Bisa dipastikan anda akan mengalami kesulitan menemukan situasinya. Jadi, memang benar kata Aristoteles, sang filsuf Yunani, tatkala mengatakan bahwa manusia adalah mahluk sosial, karena hampir semua aspek kehidupan manusia berada dalam situasi sosial.
Kalau menurut kaca mata islam tentang nilai-nilai sosial islam yaitu berperilaku baik kepada sesama, dalam artian membantu orang yang sedang kesusahan yang dimana orang tersebut perlu bantuan dari orang lain(dalam hal kebaikan), dan ini telah dijelaskan dalam al-Qur’an surat al-Maidah ayat 2, yang berbunyi:
وتعا ونوا علي البروالتقوي......................................
“Dan saling tolong-menolonglah kamu sekalian dalam hal kabaikan dan takwa.....

PEMBAHASAN

Menurut Woods mendefinisikan nilai sosial adalah sebagai petunjuk umum yang telah berlangsung lama, yang mana petunjuk tersebut mengarahkan tingkah laku dan kepuasan dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk menentukan sesuatu itu dikatakan baik atau buruk, pantas atau tidak pantas harus melalui proses menimbang(spekulatif). Hal ini tentu sangat dipengaruhi oleh kebudayaan yang dianut oleh masyarakat. Tak heran apabila antara masyarakat yang satu dan masyarakat yang lain terdapat perbedaan tata nilai.
Contoh, masyarakat yang tinggal di perkotaan lebih menyukai persaingan, karena dalam persaingan tersebut akan memunculkan pembaharuan-pembaharuan(kemajuan di daerah tertentu). Sementara pada masyarakat tradisional yang lebih cenderung menghindari persaingan, mengapa? karena mereka masyarakat tradisional beranggapan bahwasannya dalam persaingan akan mengganggu keharmonisan diantara mereka dan tradisi yang turun-temurun.
Drs. Suparto mengemukakan bahwa nilai-nilai sosial memiliki fungsi umum dalam masyarakat. Di antaranya nilai-nilai dapat menyumbangkan seperangkat alat untuk mengarahkan masyarakat dalam berpikir dan bertingkah laku. Selain itu, nilai sosial juga berfungsi sebagai penentu terakhir bagi manusia dalam memenuhi peranan-peranan sosial. Nilai sosial dapat memotivasi seseorang untuk mewujudkan harapan sesuai dengan peranannya. Contohnya ketika menghadapi konflik, biasanya keputusan akan diambil berdasarkan pertimbangan nilai sosial yang lebih tinggi. Nilai sosial juga berfungsi sebagai alat solidaritas di kalangan anggota kelompok masyarakat. Dengan nilai tertentu anggota kelompok akan merasa sebagai satu kesatuan. Nilai sosial juga berfungsi sebagai alat pengawas (kontrol) perilaku manusia dengan daya tekan dan daya mengikat tertentu agar orang berprilaku sesuai dengan nilai yang dianutnya.
A. Ciri-ciri orang yang mempunyai jiwa sosial
- Tidak sombong(orang kaya terhadap orang miskin)
- Mempunyai penalaran dan rasa untuk saling membantu(rasio dan jiwa menyatu)
- Tanggap , serta mempunyai empati terhadap sesuatu disekitarnya(rasa tenggang rasa, gotong royong, tidak acuh tak acuh)
- dll
di dalam Hadist Arbain Nawawi telah dijelaskan bahwasannya nabi telah bersabda:

عن ابي هريرة رضي الله عنه ان رسول الله صلي الله عليه وسلم قا ل:"من كان يؤمن بالله واليوم الاخرفايقل خيرا اوليصمت, ومن كان يؤمن بالله واليوم الاخر فليكرم جاره, ومن كان يؤمن بالله واليوم الاخرفليكرم ضيفه"
(رواه البخاري ومسلم)
Dari Abu Hurairah رضي الله عنه sesungguhnya Rasululloh صلم telah bersabda :
“Barangsiapa yang beriman kepada Alloh dan hari kemudian, hendaklah ia berkata yang baik, atau diam. Dan barangsiapa yang beriman kepada Alloh dan hari kemudian hendaklah ia menghormati tetangganya.dan hendaklah ia memuliakan tamunya.(di riwayatkan oleh bukhori dan muslim).
Dari hadist diatas dapat diambil kesimpulan bahwasannya kita disuruh menghormati tetangga(misalkan: kita di undang untuk hajatan, lalu kita datang) ataupun menghormati tamu (memanusiakan manusia, artinya: diberi minum, jangan di biarkan saja), hal semacam itu semua adalah contoh kecil dari kehidupan kita, karna kita adalah mahluk sosial(saling gotong royang/bahu membahu dengan sesama tidak memandang dari segi apapun baik agama, ras, suku,dll).
B. Macam-macam Interaksi Sosial
Menurut marwati dan suryawati (2003) interaksi sosial dibagi menjadi tiga macam, yaitu (p.23):
1. Interaksi antara individi dengan individu
dalam hubungan ini bisa terjadi interaksi positif ataupun negatif. Interaksi positif, jika hubungan yang terjadi saling menguntungkan. Interaksi negatif, jika hubungan timbal balik merugikan satu pihak atau keduanya (bermusuhan).
2. Interaksi antara individu dengan kelompok
Interaksi ini pun dapat berlangsung secara positif maupun negatif. Bentuk interaksi sosial individu dan kelompok bermacam-macam sesuai situasi dan kondisi
3. Interaksi sosial antara kelompok dengan kelompok
Interaksi sosial kelompok dan kelompok terjadi sebagai satu kesatuan bukan kehendak pribadi. Misalnya, kerja sama antara dua perusahaan untuk membicarakan suatu proyek.
Perlu diketahui macam-macam interaksi sosial diatas terdapat juga didalam al-Qur’an, dalam surat al-Hujarat ayat 13:
يايهاالناس اناخلقنكم من ذكروانثي وجعلنكم شعوباوقبائل لتعرفوا ان اكرمكم عندالله اتقكم ان الله عليم خبير 13
Yang terjemahannya”Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari laki-laki dan perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal.......
(saling mengenal) disini tidak diartikan dengan makna sesempit mungkin, tapi dapat diartikan secara universal dalam artian bisa antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, kelompok dengan kelompok.(seperti apa yang telah dicantumkan diatas).
Alloh menganjurkan dalam al-Qur’an tepatnya pada surat al-Maun: yang dimana inti dari surat tersebut alloh memeringatkan kepada kita “barang siapa yang menghardik anak yatim, tidak mau menolong orang yang kesusahan dan pada saat itu mereka sangat membutuhkan pertolongan, dan enggan menolongnya, maka celakalah baginya karna sesungguhnya adzab alloh akan menimpa kepada orang-orang yang berperilaku egoistis.
Dengan penjelasan yang lebih spesifik bahwasanya Al- Ma" un adalah sebuah surat yang terdapat pada juz terakhir dari Al-Qur an. juz ke ligapuluh. Didalamnya, ia memuat pesan-pesan kepedulian sosial sebagaimana digaungkan kaum pro-rakyat terlindas (sosialis) yang hendak membebaskan kaum mus-tadafin dari ketertindasan. Sejatinya Al-Qur an pun tak kalah lantang berteriak-teriak tentang hak kaum tertindas yang di antaranya dipersonifikasi sebagai anak yatim dan orang miskin.
Dari ayat pertamanya kita dapat melihat betapa ketidakpedulian sosial dalam Islam dianggap sebagai perilaku menafikan agama. Bagaimana tidak, bicara agama berarti bicara konsekuensi logis yang ada di dalamnya surga atau neraka. Dalam hal ini. setiap perbuatan manusia memiliki konsekuensi logis vane kelak akan dihitung di akhir sebagai ganjaran. Perbuatan menghardik anak yatim dan tak ambil peduli pada nasib orang miskin merupakan suatu sikap yang menurut ayat pertama dalam surah ini termasuk bentuk pengingkaran terhadap Ad- Din.
Maka ketika mereka ibadah-pun. itu bukan berdasar atas suatu kesadaran akan keharusan apalagi kebutuhan, tapi lebih kepada ritual rutinitas atau kebiasaan semata. Ini digambarkan sebagai kelalaian dalam beribadah, yang membuatnya celaka di hari pengadilan agung oleh karena seluruh ibadahnya tak bernilai, (fa wailul lil mushalin alladzinahum an sholatihim sohun).
Kemudian dalam tata pergaulan sosial, orang semacam ini digambarkan sebagai orang yang berorientasi pada penghargaan dunia, artinya apa yang ia lakukan termasuk ibadah diharapkannya akan mendapat pengakuan publik sehingga berimplikasi pada status sosialnya dalam kehidupan bermasyarakat, dan ini yang kemudian disebut sebagai furnun dalam alladzinahum yuraun. Artinya bahwa yang ada hanyalah bentuk kemunafikan karena sejatinya tak ada kepedulian terlebih memberi apa yang berguna bagi orang yang membutuhkan, (wayamnaunaal maun).
Sebuah hadis Nabi agaknya tepat sebagai penutup dan sekaligus mengingatkan kila guna memiliki kesalehan sosial Nabi mengatakan. "Orang yang menolak untuk memberikan kebutuhan-kebutuhan tetangganya, pada hari kiamat Allah akan menolak untuk memberikan kebaikanNya dan meninggalkan orang itu sendirian, dan alangkah buruknva bagi siapapun yang Allah tinggalkan sendirian".
Jadi dapat dikeatahui bahwa sebenarnya perspektif umum dan prespektif islam dalam al-Qur’an mengenai nilai-nilai sosial itu ada korelasi yang setara diantara keduanya, dapat dikatakan saling melengkapi.
PEMBAHASAN

Menurut Woods mendefinisikan nilai sosial adalah sebagai petunjuk umum yang telah berlangsung lama, yang mana petunjuk tersebut mengarahkan tingkah laku dan kepuasan dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk menentukan sesuatu itu dikatakan baik atau buruk, pantas atau tidak pantas harus melalui proses menimbang(spekulatif). Hal ini tentu sangat dipengaruhi oleh kebudayaan yang dianut oleh masyarakat. Tak heran apabila antara masyarakat yang satu dan masyarakat yang lain terdapat perbedaan tata nilai.
Contoh, masyarakat yang tinggal di perkotaan lebih menyukai persaingan, karena dalam persaingan tersebut akan memunculkan pembaharuan-pembaharuan(kemajuan di daerah tertentu). Sementara pada masyarakat tradisional yang lebih cenderung menghindari persaingan, mengapa? karena mereka masyarakat tradisional beranggapan bahwasannya dalam persaingan akan mengganggu keharmonisan diantara mereka dan tradisi yang turun-temurun.
Drs. Suparto mengemukakan bahwa nilai-nilai sosial memiliki fungsi umum dalam masyarakat. Di antaranya nilai-nilai dapat menyumbangkan seperangkat alat untuk mengarahkan masyarakat dalam berpikir dan bertingkah laku. Selain itu, nilai sosial juga berfungsi sebagai penentu terakhir bagi manusia dalam memenuhi peranan-peranan sosial. Nilai sosial dapat memotivasi seseorang untuk mewujudkan harapan sesuai dengan peranannya. Contohnya ketika menghadapi konflik, biasanya keputusan akan diambil berdasarkan pertimbangan nilai sosial yang lebih tinggi. Nilai sosial juga berfungsi sebagai alat solidaritas di kalangan anggota kelompok masyarakat. Dengan nilai tertentu anggota kelompok akan merasa sebagai satu kesatuan. Nilai sosial juga berfungsi sebagai alat pengawas (kontrol) perilaku manusia dengan daya tekan dan daya mengikat tertentu agar orang berprilaku sesuai dengan nilai yang dianutnya.
A. Ciri-ciri orang yang mempunyai jiwa sosial
- Tidak sombong(orang kaya terhadap orang miskin)
- Mempunyai penalaran dan rasa untuk saling membantu(rasio dan jiwa menyatu)
- Tanggap , serta mempunyai empati terhadap sesuatu disekitarnya(rasa tenggang rasa, gotong royong, tidak acuh tak acuh)
- dll
di dalam Hadist Arbain Nawawi telah dijelaskan bahwasannya nabi telah bersabda:

عن ابي هريرة رضي الله عنه ان رسول الله صلي الله عليه وسلم قا ل:"من كان يؤمن بالله واليوم الاخرفايقل خيرا اوليصمت, ومن كان يؤمن بالله واليوم الاخر فليكرم جاره, ومن كان يؤمن بالله واليوم الاخرفليكرم ضيفه"
(رواه البخاري ومسلم)
Dari Abu Hurairah رضي الله عنه sesungguhnya Rasululloh صلم telah bersabda :
“Barangsiapa yang beriman kepada Alloh dan hari kemudian, hendaklah ia berkata yang baik, atau diam. Dan barangsiapa yang beriman kepada Alloh dan hari kemudian hendaklah ia menghormati tetangganya.dan hendaklah ia memuliakan tamunya.(di riwayatkan oleh bukhori dan muslim).
Dari hadist diatas dapat diambil kesimpulan bahwasannya kita disuruh menghormati tetangga(misalkan: kita di undang untuk hajatan, lalu kita datang) ataupun menghormati tamu (memanusiakan manusia, artinya: diberi minum, jangan di biarkan saja), hal semacam itu semua adalah contoh kecil dari kehidupan kita, karna kita adalah mahluk sosial(saling gotong royang/bahu membahu dengan sesama tidak memandang dari segi apapun baik agama, ras, suku,dll).
B. Macam-macam Interaksi Sosial
Menurut marwati dan suryawati (2003) interaksi sosial dibagi menjadi tiga macam, yaitu (p.23):
1. Interaksi antara individi dengan individu
dalam hubungan ini bisa terjadi interaksi positif ataupun negatif. Interaksi positif, jika hubungan yang terjadi saling menguntungkan. Interaksi negatif, jika hubungan timbal balik merugikan satu pihak atau keduanya (bermusuhan).
2. Interaksi antara individu dengan kelompok
Interaksi ini pun dapat berlangsung secara positif maupun negatif. Bentuk interaksi sosial individu dan kelompok bermacam-macam sesuai situasi dan kondisi
3. Interaksi sosial antara kelompok dengan kelompok
Interaksi sosial kelompok dan kelompok terjadi sebagai satu kesatuan bukan kehendak pribadi. Misalnya, kerja sama antara dua perusahaan untuk membicarakan suatu proyek.
Perlu diketahui macam-macam interaksi sosial diatas terdapat juga didalam al-Qur’an, dalam surat al-Hujarat ayat 13:
يايهاالناس اناخلقنكم من ذكروانثي وجعلنكم شعوباوقبائل لتعرفوا ان اكرمكم عندالله اتقكم ان الله عليم خبير 13
Yang terjemahannya”Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari laki-laki dan perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal.......
(saling mengenal) disini tidak diartikan dengan makna sesempit mungkin, tapi dapat diartikan secara universal dalam artian bisa antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, kelompok dengan kelompok.(seperti apa yang telah dicantumkan diatas).
Alloh menganjurkan dalam al-Qur’an tepatnya pada surat al-Maun: yang dimana inti dari surat tersebut alloh memeringatkan kepada kita “barang siapa yang menghardik anak yatim, tidak mau menolong orang yang kesusahan dan pada saat itu mereka sangat membutuhkan pertolongan, dan enggan menolongnya, maka celakalah baginya karna sesungguhnya adzab alloh akan menimpa kepada orang-orang yang berperilaku egoistis.
Dengan penjelasan yang lebih spesifik bahwasanya Al- Ma" un adalah sebuah surat yang terdapat pada juz terakhir dari Al-Qur an. juz ke ligapuluh. Didalamnya, ia memuat pesan-pesan kepedulian sosial sebagaimana digaungkan kaum pro-rakyat terlindas (sosialis) yang hendak membebaskan kaum mus-tadafin dari ketertindasan. Sejatinya Al-Qur an pun tak kalah lantang berteriak-teriak tentang hak kaum tertindas yang di antaranya dipersonifikasi sebagai anak yatim dan orang miskin.
Dari ayat pertamanya kita dapat melihat betapa ketidakpedulian sosial dalam Islam dianggap sebagai perilaku menafikan agama. Bagaimana tidak, bicara agama berarti bicara konsekuensi logis yang ada di dalamnya surga atau neraka. Dalam hal ini. setiap perbuatan manusia memiliki konsekuensi logis vane kelak akan dihitung di akhir sebagai ganjaran. Perbuatan menghardik anak yatim dan tak ambil peduli pada nasib orang miskin merupakan suatu sikap yang menurut ayat pertama dalam surah ini termasuk bentuk pengingkaran terhadap Ad- Din.
Maka ketika mereka ibadah-pun. itu bukan berdasar atas suatu kesadaran akan keharusan apalagi kebutuhan, tapi lebih kepada ritual rutinitas atau kebiasaan semata. Ini digambarkan sebagai kelalaian dalam beribadah, yang membuatnya celaka di hari pengadilan agung oleh karena seluruh ibadahnya tak bernilai, (fa wailul lil mushalin alladzinahum an sholatihim sohun).
Kemudian dalam tata pergaulan sosial, orang semacam ini digambarkan sebagai orang yang berorientasi pada penghargaan dunia, artinya apa yang ia lakukan termasuk ibadah diharapkannya akan mendapat pengakuan publik sehingga berimplikasi pada status sosialnya dalam kehidupan bermasyarakat, dan ini yang kemudian disebut sebagai furnun dalam alladzinahum yuraun. Artinya bahwa yang ada hanyalah bentuk kemunafikan karena sejatinya tak ada kepedulian terlebih memberi apa yang berguna bagi orang yang membutuhkan, (wayamnaunaal maun).
Sebuah hadis Nabi agaknya tepat sebagai penutup dan sekaligus mengingatkan kila guna memiliki kesalehan sosial Nabi mengatakan. "Orang yang menolak untuk memberikan kebutuhan-kebutuhan tetangganya, pada hari kiamat Allah akan menolak untuk memberikan kebaikanNya dan meninggalkan orang itu sendirian, dan alangkah buruknva bagi siapapun yang Allah tinggalkan sendirian".
Jadi dapat dikeatahui bahwa sebenarnya perspektif umum dan prespektif islam dalam al-Qur’an mengenai nilai-nilai sosial itu ada korelasi yang setara diantara keduanya, dapat dikatakan saling melengkapi.

PEMBAHASAN

Menurut Woods mendefinisikan nilai sosial adalah sebagai petunjuk umum yang telah berlangsung lama, yang mana petunjuk tersebut mengarahkan tingkah laku dan kepuasan dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk menentukan sesuatu itu dikatakan baik atau buruk, pantas atau tidak pantas harus melalui proses menimbang(spekulatif). Hal ini tentu sangat dipengaruhi oleh kebudayaan yang dianut oleh masyarakat. Tak heran apabila antara masyarakat yang satu dan masyarakat yang lain terdapat perbedaan tata nilai.
Contoh, masyarakat yang tinggal di perkotaan lebih menyukai persaingan, karena dalam persaingan tersebut akan memunculkan pembaharuan-pembaharuan(kemajuan di daerah tertentu). Sementara pada masyarakat tradisional yang lebih cenderung menghindari persaingan, mengapa? karena mereka masyarakat tradisional beranggapan bahwasannya dalam persaingan akan mengganggu keharmonisan diantara mereka dan tradisi yang turun-temurun.
Drs. Suparto mengemukakan bahwa nilai-nilai sosial memiliki fungsi umum dalam masyarakat. Di antaranya nilai-nilai dapat menyumbangkan seperangkat alat untuk mengarahkan masyarakat dalam berpikir dan bertingkah laku. Selain itu, nilai sosial juga berfungsi sebagai penentu terakhir bagi manusia dalam memenuhi peranan-peranan sosial. Nilai sosial dapat memotivasi seseorang untuk mewujudkan harapan sesuai dengan peranannya. Contohnya ketika menghadapi konflik, biasanya keputusan akan diambil berdasarkan pertimbangan nilai sosial yang lebih tinggi. Nilai sosial juga berfungsi sebagai alat solidaritas di kalangan anggota kelompok masyarakat. Dengan nilai tertentu anggota kelompok akan merasa sebagai satu kesatuan. Nilai sosial juga berfungsi sebagai alat pengawas (kontrol) perilaku manusia dengan daya tekan dan daya mengikat tertentu agar orang berprilaku sesuai dengan nilai yang dianutnya.
A. Ciri-ciri orang yang mempunyai jiwa sosial
- Tidak sombong(orang kaya terhadap orang miskin)
- Mempunyai penalaran dan rasa untuk saling membantu(rasio dan jiwa menyatu)
- Tanggap , serta mempunyai empati terhadap sesuatu disekitarnya(rasa tenggang rasa, gotong royong, tidak acuh tak acuh)
- dll
di dalam Hadist Arbain Nawawi telah dijelaskan bahwasannya nabi telah bersabda:

عن ابي هريرة رضي الله عنه ان رسول الله صلي الله عليه وسلم قا ل:"من كان يؤمن بالله واليوم الاخرفايقل خيرا اوليصمت, ومن كان يؤمن بالله واليوم الاخر فليكرم جاره, ومن كان يؤمن بالله واليوم الاخرفليكرم ضيفه"
(رواه البخاري ومسلم)
Dari Abu Hurairah رضي الله عنه sesungguhnya Rasululloh صلم telah bersabda :
“Barangsiapa yang beriman kepada Alloh dan hari kemudian, hendaklah ia berkata yang baik, atau diam. Dan barangsiapa yang beriman kepada Alloh dan hari kemudian hendaklah ia menghormati tetangganya.dan hendaklah ia memuliakan tamunya.(di riwayatkan oleh bukhori dan muslim).
Dari hadist diatas dapat diambil kesimpulan bahwasannya kita disuruh menghormati tetangga(misalkan: kita di undang untuk hajatan, lalu kita datang) ataupun menghormati tamu (memanusiakan manusia, artinya: diberi minum, jangan di biarkan saja), hal semacam itu semua adalah contoh kecil dari kehidupan kita, karna kita adalah mahluk sosial(saling gotong royang/bahu membahu dengan sesama tidak memandang dari segi apapun baik agama, ras, suku,dll).
B. Macam-macam Interaksi Sosial
Menurut marwati dan suryawati (2003) interaksi sosial dibagi menjadi tiga macam, yaitu (p.23):
1. Interaksi antara individi dengan individu
dalam hubungan ini bisa terjadi interaksi positif ataupun negatif. Interaksi positif, jika hubungan yang terjadi saling menguntungkan. Interaksi negatif, jika hubungan timbal balik merugikan satu pihak atau keduanya (bermusuhan).
2. Interaksi antara individu dengan kelompok
Interaksi ini pun dapat berlangsung secara positif maupun negatif. Bentuk interaksi sosial individu dan kelompok bermacam-macam sesuai situasi dan kondisi
3. Interaksi sosial antara kelompok dengan kelompok
Interaksi sosial kelompok dan kelompok terjadi sebagai satu kesatuan bukan kehendak pribadi. Misalnya, kerja sama antara dua perusahaan untuk membicarakan suatu proyek.
Perlu diketahui macam-macam interaksi sosial diatas terdapat juga didalam al-Qur’an, dalam surat al-Hujarat ayat 13:
يايهاالناس اناخلقنكم من ذكروانثي وجعلنكم شعوباوقبائل لتعرفوا ان اكرمكم عندالله اتقكم ان الله عليم خبير 13
Yang terjemahannya”Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari laki-laki dan perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal.......
(saling mengenal) disini tidak diartikan dengan makna sesempit mungkin, tapi dapat diartikan secara universal dalam artian bisa antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, kelompok dengan kelompok.(seperti apa yang telah dicantumkan diatas).
Alloh menganjurkan dalam al-Qur’an tepatnya pada surat al-Maun: yang dimana inti dari surat tersebut alloh memeringatkan kepada kita “barang siapa yang menghardik anak yatim, tidak mau menolong orang yang kesusahan dan pada saat itu mereka sangat membutuhkan pertolongan, dan enggan menolongnya, maka celakalah baginya karna sesungguhnya adzab alloh akan menimpa kepada orang-orang yang berperilaku egoistis.
Dengan penjelasan yang lebih spesifik bahwasanya Al- Ma" un adalah sebuah surat yang terdapat pada juz terakhir dari Al-Qur an. juz ke ligapuluh. Didalamnya, ia memuat pesan-pesan kepedulian sosial sebagaimana digaungkan kaum pro-rakyat terlindas (sosialis) yang hendak membebaskan kaum mus-tadafin dari ketertindasan. Sejatinya Al-Qur an pun tak kalah lantang berteriak-teriak tentang hak kaum tertindas yang di antaranya dipersonifikasi sebagai anak yatim dan orang miskin.
Dari ayat pertamanya kita dapat melihat betapa ketidakpedulian sosial dalam Islam dianggap sebagai perilaku menafikan agama. Bagaimana tidak, bicara agama berarti bicara konsekuensi logis yang ada di dalamnya surga atau neraka. Dalam hal ini. setiap perbuatan manusia memiliki konsekuensi logis vane kelak akan dihitung di akhir sebagai ganjaran. Perbuatan menghardik anak yatim dan tak ambil peduli pada nasib orang miskin merupakan suatu sikap yang menurut ayat pertama dalam surah ini termasuk bentuk pengingkaran terhadap Ad- Din.
Maka ketika mereka ibadah-pun. itu bukan berdasar atas suatu kesadaran akan keharusan apalagi kebutuhan, tapi lebih kepada ritual rutinitas atau kebiasaan semata. Ini digambarkan sebagai kelalaian dalam beribadah, yang membuatnya celaka di hari pengadilan agung oleh karena seluruh ibadahnya tak bernilai, (fa wailul lil mushalin alladzinahum an sholatihim sohun).
Kemudian dalam tata pergaulan sosial, orang semacam ini digambarkan sebagai orang yang berorientasi pada penghargaan dunia, artinya apa yang ia lakukan termasuk ibadah diharapkannya akan mendapat pengakuan publik sehingga berimplikasi pada status sosialnya dalam kehidupan bermasyarakat, dan ini yang kemudian disebut sebagai furnun dalam alladzinahum yuraun. Artinya bahwa yang ada hanyalah bentuk kemunafikan karena sejatinya tak ada kepedulian terlebih memberi apa yang berguna bagi orang yang membutuhkan, (wayamnaunaal maun).
Sebuah hadis Nabi agaknya tepat sebagai penutup dan sekaligus mengingatkan kila guna memiliki kesalehan sosial Nabi mengatakan. "Orang yang menolak untuk memberikan kebutuhan-kebutuhan tetangganya, pada hari kiamat Allah akan menolak untuk memberikan kebaikanNya dan meninggalkan orang itu sendirian, dan alangkah buruknva bagi siapapun yang Allah tinggalkan sendirian".
Jadi dapat dikeatahui bahwa sebenarnya perspektif umum dan prespektif islam dalam al-Qur’an mengenai nilai-nilai sosial itu ada korelasi yang setara diantara keduanya, dapat dikatakan saling melengkapi.
KESIMPULAN

Nilai-nilai sosial islam dalam al-Qur’an menjelaskan tentang sikap, tanggap, tingkah laku kita terhadap seseorang yang ada disekitar kita, apabila ada seseorang yang sedang memerlukan bantuan marilah kita bantu, janganlah kita acuh tak acuh, karna kita adalah mahluk sosial. Mahluk yang tidak bisa hidup sendiri dan pasti memerlukan bantuan orang lain.
Dan diatas tadi sudah dijelaskan pada surat al-Maidah ayat 2, kemudian pada hadist Arbain Nawawi juga sudah, berarti sudah jelas bahwasannya kita benar-benar ada interaksi antara mahluk satu dengan yang lain, individu dengan individu, individu dengan kelompok, kelompok dengan kelompok.
Dan sudah dijelaskan pada surat al-Maun bahwasannya alloh telah memeringatkan kita agar tidak menghardik anak yatim, dan saling ta’awanu(tolong-menolong).



DAFTAR PUSTAKA

Imam An-nawawi, Arbain Nawawi. penerbit Departemen Agama Saudi Arabia, 1422 H/2001 M, Hal 38.
http://jurnal-sdm.blogspot.com, diakses pada tanggal 20 maret 2011, jam 13.14 WIB.
Al-Qur’an Terjemah “Al-Jumanatul ‘Ali”,CV. Penerbit J-ART, 2004 hal.518.
http://bataviase.co.id, diakses pada tanggal 20 maret 2011, jam 15:25.
Nur ats-tsaqalin. Jilid 5 hal. 679.